Rabu 15 Jul 2020 17:13 WIB

IDEAS: Potensi Qurban Belum Terdistribusi Merata

. Potensi qurban terbesar datang dari wilayah aglomerasi utama Jawa

Rep: Fuji E Permana/ Red: Gita Amanda
Hewan Kurban (Ilustrasi)
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Hewan Kurban (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia tahun 2020 mencapai Rp 20,5 triliun yang berasal dari 2,3 juta orang pequrban (shahibul qurban). Namun potensi qurban Indonesia terdistribusi sangat tidak merata yang mencerminkan kesenjangan pendapatan antarwilayah yang akut di Indonesia.

Peneliti IDEAS, Askar Muhammad mengatakan, kesenjangan yang lebar terutama terjadi antara daerah perkotaan di Pulau Jawa dengan wilayah lainnya. Potensi qurban terbesar datang dari wilayah aglomerasi utama Jawa, di sana ada mayoritas kelas menengah Muslim dengan daya beli tinggi.

Baca Juga

"Dari sekitar 5,6 juta keluarga Muslim kelas menengah-atas Indonesia, 71 persen di antaranya berada di Jawa," kata Askar saat diskusi hasil riset IDEAS bertema 'Ekonomi Kurban 2020, Memberdayakan Peternakan Rakyat' pada Rabu (15/7).

Ia menjelaskan, dari sekitar empat juta keluarga Muslim sejahtera di Jawa ini, 2 juta diantaranya berada di Jabodetabek dan 1 juta lainnya tersebar di Bandung Raya, Surabaya Raya, Yogyakarta Raya, Semarang Raya dan Malang Raya. Dengan kelas menengah-atas Muslim terkonsentrasi di perkotaan utama Jawa, maka potensi kurban terbesar diperkirakan datang dari wilayah-wilayah ini.

IDEAS memproyeksikan pasar hewan qurban terbesar adalah Jabodetabek dengan permintaan 184 ribu sapi dan 673 ribu kambing atau domba, setara dengan 41 persen dan 36 persen permintaan sapi dan kambing atau domba qurban nasional. Keseluruhan wilayah aglomerasi utama Jawa diproyeksikan membutuhkan 273 ribu sapi dan 995 ribu kambing atau domba. Ini setara dengan 60 persen dan 53 persen permintaan sapi dan kambing atau domba qurban nasional.

"Dengan sentra ternak nasional berada di daerah pedesaan Jawa dan luar Jawa, maka setiap Idul Adha selalu menjadi momentum keriuhan arus perdagangan hewan qurban," ujarnya.

Askar mengatakan, arus perdagangan utama hewan qurban ini diproyeksi terjadi terutama dari sentra sapi potong di Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemudian dari sentra kambing dan domba di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah. Mereka menuju pasar utama kurban nasional yaitu Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Malang dan Semarang.

Seiring tingginya permintaan hewan ternak di Idul Adha, selalu terjadi tekanan pada harga. Hanya di momentum Idul Adha ini saja peternak rakyat menikmati harga jual yang tinggi. Harga ternak relatif rendah di waktu normal, sehingga peternak rakyat cenderung memilih untuk melepas ternaknya di momentum Idul Adha.

"Di sisi lain, potensi mustahik (penerima) qurban juga terdistribusi secara tidak merata. Potensi mustahik qurban terbesar secara umum datang dari daerah pedesaan Jawa dan luar Jawa, di mana kelas bawah Muslim dengan daya beli rendah banyak berada," ujarnya.

Askar menyampaikan, mustahik Muslim dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp 500 ribu per bulan dipandang paling berhak menerima daging qurban (mustahik prioritas), diperkirakan berjumlah 9,3 juta keluarga. Potensi mustahik prioritas terbesar ini datang dari Jawa dengan jumlah 6,4 juta keluarga.

Bila kelas bawah-menengah Muslim dengan pengeluaran per kapita Rp 500 - 750 ribu per bulan yang tergolong rentan miskin (near the poor) turut diperhitungkan, maka mustahik qurban melonjak menjadi 22,9 juta keluarga. Tetap potensi mustahik terbesar datang dari Jawa, yaitu sebanyak 15,1 juta keluarga.

"Bila potensi shahibul qurban terbesar datang dari wilayah perkotaan utama Jawa, maka potensi mustahik terbesar datang dari daerah pedesaan Jawa," jelas Askar.

Ia mengatakan, kesenjangan antara potensi dan kebutuhan daging qurban ini menimbulkan potensi distribusi qurban yang tidak merata. Jabodetabek sebagai wilayah metropolitan termaju dan terbesar di Jawa berpotensi menghasilkan 47 ribu ton daging qurban, namun kebutuhan mustahik di Jabodetabek hanya sekitar 5 ribu ton daging qurban.

Sehingga terdapat potensi surplus 42 ribu ton daging di Jabodetabek. Namun tidak jauh dari Jabodetabek, pedesaan di Banten Selatan yaitu Kabupaten Pandeglang dan Lebak hanya berpotensi menghasilkan 260 ton daging qurban, tapi kebutuhan mustahiknya mencapai 1.500 ton daging kurban. Sehingga terdapat potensi defisit 1.250 ton daging.

"Dengan demikian, terdapat potensi mismatch yang besar dalam penyaluran daging qurban jika tidak dilakukan rekayasa sosial," kata Askar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement