REPUBLIKA.CO.ID, كان مُؤاخِيًا لِمَلَكِ الْمَوتِ فَزارَه فَقالَ لَه يَعقُوبُ عَلَيه الصلاةُ والسلامُ: يا مَلكَ الْمَوتِ، أَزائِراً جئتَ أم قابضاً رُوحِي؟ فَقالَ: بَل زائِراً، قالَ: فإنِّي أَسأَلُكَ حاجَةً، قالَ: وما هِي؟ قال: أن تُعْلِمَني إذا دَنَى أَجلِي وأَرَدتَ أن تَقبِضَ رُوحِي، فَقال: نَعَم أُرسِلُ إلَيك رَسُولَين أو ثَلاثَةً فلمَّا انْقَضَى أجَلُه أتَى إليه مَلَكُ الْمَوتِ، فَقال: أَزائِراً جئتَ، أم لِقَبضِ رُوحِي؟ فَقال: لِقَبضِ رُوحِكَ، فَقالَ: أوَلَستَ كنتَ أَخبَرتَني أنَّكَ تُرسِلُ إليَّ رَسُولَين، أو ثَلاثةً؟ قال: قَد فَعَلتُ، بَياضُ شَعرِكَ بَعدَ سَوادِه، وضُعفُ بَدَنِك بَعد قُوَّتِه، وانْحِناءُ جِسمِك بَعدَ استِقامَتِه، هذِه رُسُلِي يا يَعقُوبُ إلى بَنِي آدَمَ، قَبلَ الْمَوتِ
Dikisahkan dalam kitab Majmu’at Rasail, karya Abu Hamid Al-Ghazali, bahwa malaikat maut (Izrail) bersahabat dengan Nabi Ya’qub AS. Suatu ketika Nabi Ya’qub berkata kepada malaikat maut. Aku menginginkan sesuatu yang harus kamu penuhi sebagai tanda persaudaraan kita.
Apakah itu? tanya malaikat maut. Jika ajalku telah dekat, beri tahu aku. Malaikat maut berkata, Baik aku akan memenuhi permintaanmu, aku tidak hanya akan mengirim satu utusanku, namun aku akan mengirim dua atau tiga utusanku. Setelah mereka bersepakat, mereka kemudian berpisah.
Setelah beberapa lama, malaikat maut kembali menemui Nabi Ya’qub. Kemudian, Nabi Ya’qub bertanya, Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?
Aku datang untuk mencabut nyawamu. Jawab malaikat maut. Lalu, mana ketiga utusanmu? tanya Nabi Ya’qub. Sudah kukirim. Jawab malaikat, Putihnya rambutmu setelah hitamnya, lemahnya tubuhmu setelah kekarnya, dan bungkuknya badanmu setelah tegapnya. Wahai Ya’qub, itulah utusanku untuk setiap bani Adam.
Kisah tersebut di atas mengingatkan tentang tiga tanda kematian yang akan selalu menemui kita, yaitu memutihnya rambut; melemahnya fisik, dan bungkuknya badan. Jika ketiga atau salah satunya sudah ada pada diri kita, itu berarti malaikat maut telah mengirimkan utusannya. Karena itu, setiap Muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk menghadapi utusan tersebut.
Kematian adalah kepastian yang akan dialami oleh setiap manusia sebagaimana yang telah ditegaskan dalam firman Allah SWT:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS Ali Imran [3]: 185).
Karena itu, kita berharap agar saat menghadapi kematian dalam keadaan tunduk dan patuh kepada-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran [3]: 102).
Tidaklah terlalu penting kita akan mati, tapi yang terpenting adalah sejauh mana persiapan menghadapi kematian itu. Rasulullah SAW mengingatkan agar kita bersegera untuk menyiapkan bekal dengan beramal saleh.
Bekal adalah suatu persiapan, tanpa persiapan tentu akan kesulitan dalam mengarungi perjalanan yang panjang dan melelahkan.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ
“Oleh karena itu, Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 197).