Selasa 14 Jul 2020 05:02 WIB
Piagam Jakarta

Bung Karno: Negara Indonesia Satu Negara yang Ber-Tuhan!

Para pendiri bangsa tapi apa maksud dari Ketuhanan yang Maha Esa

Bung Karno (dua dari kiri), Ki BagusHadikusumo (dua dari kanan), dan Bung Hatta (paling kanan) ketika berkunjung ke Jepang
Foto: google.com
Bung Karno (dua dari kiri), Ki BagusHadikusumo (dua dari kanan), dan Bung Hatta (paling kanan) ketika berkunjung ke Jepang

Indonesia yang kemerdekaannya diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, tidak otomatis mewujud menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Diperlukan waktu lima tahun, diselingi dengan perang dan perundingan, sebelum akhirnya bangsa Indonesia benar-benar bebas dari penjajahan fisik bangsa lain.

Pada masa itu, konstitusi negara pun datang silih berganti. Akan tetapi, Ketuhanan Yang Maha Esa tetap dipertahankan sebagai dasar negara, sebagai sila pertama dari Pancasila.  Demikian di dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat, begitu pula di dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Bung Hatta adalah fundamen moral. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa jadi dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan segala yang baik, sedangkan dasar perikemanusiaan adalah kelanjutan dalam perbuatan dan praktik hidup daripada dasar-dasar yang memimpin tadi. Dan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa tidak hanya dasar hormat menghormati agama masing-masing, melainkan pula menjadi dasar yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, dan kejujuran.

Menurut Arnold Mononutu, seorang Nasrani dan tokoh PNI, “Pancasila merupakan manifestasi dari ajaran-ajaran Injil.    Ketuhanan Yang Maha Esa bagi kami, pokok dan sumber dari sila-sila lain. Tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila akan menjadi satu filsafat materialistis belaka.”

Atau seperti dikatakan oleh Perdana Menteri Djuanda dalam jawaban resmi atas  pertanyaan K.H. A. Sjaichu, anggota DPR dari Partai NU, mengenai makna konsiderans Dekrit Presiden 5 Juli 1959: “….kepada perkataan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat diberikan arti ‘Ketuhanan dengan kewajiban bagi umat Islam untuk menjalankan syari’atnya’ sehingga atas dasar itu dapat diciptakan perundang-undangan bagi pemeluk agama Islam, yang dapat disesuaikan dengan syari’at Islam.”

Menghilangkan Dikotomi

Untuk menyegarkan kembali pemahaman mengenai proses penemuan,  perdebatan, dan penempatan sila Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam Pembukaan UUD 1945, penting dilakukan kajian ulang terhadap pemikiran tokoh-tokoh yang terlibat di dalam proses tersebut sebagai ikhtiar memasyarakatkan dan meneguhkan identitas NKRI sebagai negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dan untuk memberi makna yang lebih signifikan, maka terhadap tokoh-tokoh yang terlibat dalam proses pembentukan negara dan perumusan konstitusi, negara perlu memberi penghargaan yang layak.

Jika kepada yang lain, negara demikian murah hati memberi gelar pahlawan nasional, mengapakah negara tidak mau bersegera memberikan gelar pahlawan kepada para founding fathers yang tergabung dalam BPUPKI dan PPKI. Tentu dengan mempertimbangkan, misalnya, anggota BPUPKI dan PPKI yang telah berpindah kewarganegaraan.

 

Dengan ikhtiar ini, di masa depan diharapkan tidak akan muncul lagi dikotomi antara Golongan Kebangsaan dan Golongan Islam, atau Kaum Nasionalis Sekuler dan Kaum Nasionalis Islami, karena sejatinya seluruh bangsa Indonesia yang memahami agamanya dan Pancasila secara utuh niscaya tidak pernah memiliki dilema antara dirinya sebagai umat beragama dengan dirinya sebagai warga negara.

Bung Karno, Ki Bagus, dan para pendiri negara --yaitu para pejuang yang merintis berdirinya Republik Indonesia sejak awal abad XX sampai berdirinya Republik Indonesia, yang meneruskan perjuangannya secara aktif untuk mendirikan Negara Proklamasi Republik Indonesia, ikut merumuskan Pembukaan UUD 1945/Pancasila, ikut menyusun UUD 1945, dan secara terus menerus ikut menjaga tegaknya Republik Indonesia selama Perang Kemerdekaan dari tahun 1945 sampai akhir 1949-- telah memberi teladan mengenai hal ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement