Ahad 12 Jul 2020 04:31 WIB
Hagia Sophia

Hagia Sophia, Mesquita Alhambra: Bila Erdogan Abaikan Barat?

Agenda politik dan Islamophobia di nalik Hagia Sophia

Pembacaan Surat Al-Fath di Hagia Sophia Turki
Foto:

Maka terkait dengan kebijakaan Erdogan atas  pengembalian fungsi Hagia Sophia sebagai masjid, ada perbincangan menarik dari sosok senior penyair sufi dan Guru Besar Filsafat Islam  Universitas Paramdina Jakarta, Prof DR Abdul Hadi WM. Menurutnya sikap negara barat itu bukan hal aneh. Ini karena terkait Islamophobia yang ada dalam benaknya dan rasa cemburu pada politik yang tengah dimaibkan Erdogan.

''Mengapa mereka ribut ketika Hagia Sophia jadi masjid? Umat Islam biasa saja ketika masjid yang sangat indah di Alhambra, Mesquita, Spanyol dijadikan gereja. Atau pula bila gereja tua di Paris Notre Dame tetap dipakai sebagai tempat ibadah uleh umat Kristen. Gak ada yang menjadikannya sebagai persoalan kan?,'' katanya.

La Mezquita – Cordoba, Andalusia, Spain – Must See Places

  • Keterangan Foto: Mesquita (Masjid) di Alhambra Spanyol yang berubah menjadi gereja.

Lebih unik lagi adalah pernyataan seorang tokoh senior aktivis Muhammadiyah, Sudibyo Marcus. Pak dokter yang kini gemar menulis soal toleransi antarumat bergama dalam laman facebooknya menulis soal penggunaan Hagia Sophia menjadi masjid. Selengkapnya dia menulis begini dengan mengacu pada berita soal Hagia Sophia yang dituls Republika.

Hagia Sophia berubah status menjadi masjid. Direbut Sultan Al Fathih 1453 M bersama Konstantinopel.

Pengadilan Turki pada hari Jumat 10 Juli 2020 kemarin membatalkan Keputusan Kemal Ataturk yg merubah Hahia Sophia yang tadinya dimanfaatkan sebagai masjid menjadi museum pada tahun 1937.

Perubahan ini tak akan merubah persepsi masyarakat Barat Kristen, karena perubahan fungsi gereja menjadi masjid tersebut bukan hal yang baru lagi.

Bahkan belum lama ini masyarakat Muslm New York juga tidak merubah nama gereja yang bernama Mary atau Mariam yang mereka beli. Banyak gereja di Inggris dan Amerika Serikat yang dibeli dan dirubah fungsinya menjadi masjid.

Bahkan sebuah gereja di New York dijual kepada kaum Muslimin dengan harga lebih murah dari pada penawar lain yang lebih tinggi, karena pihak gereja lebih senang fungsi gereja sebagai rumah ibadah tidak berubah.

Bahkan hasutan Samuel Huntington (Penulis Buku 'The Clash of Civilization and the Remaking of World Order', red) yang menjadikan Turki sebagai simbol musuh Barat terhadap Islam, baik karena Turki telah merebut Konstantinopel sebagai ibu kota kerajaan Romawi Timur pada th 1453 serta dua kali mengepung Wina tapi gagal pada 1527 dan 1683 M, kini tak memiliki signifikansinya lagi.

                                           ******

Maka dari dua pernyataan itu teraba kiranya arah sebenarnya kebisingan dunia barat terhadap soal kebijakan Erdogan menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid. Apalagi keputusan itu juga didasarkan pada keptusan pengadllan yang selama ini digembar-gemborkan barat sebagai hal yang harus ditaati setiap penguasa bila tidak mau disebut sebagi diktator atau seorang fasis.

Lagi pula barat pun tahu bila Erdogan kena kerap kena fitnah bila telah menyingkirkan gambar Kemal Attaturk dari dinding ruang kerja kepresidenannya. Di belakang meja kerjanya yang kosong, entah menapa kemudian berdedar foto  yang di-cropping -- gambar Sultan Muhammad Fatih II yang di barat disebut sebagai sang penakluk. Gambar Erdogan dengan pose foto ini sudah lama tersebar di media massa. Setelah diusut gambar itu ternyata berasal dari sebuah laman facebook yang tak jelas. Dia tampaknya terus didegradasi.

Alhasil, apakah semua ini akan berhasil? Apakah ini hanya sekedar sisa budaya Kemal Atturk yang tersisihkan dan di masa kini tinggal berada di tepi ruas jalan di bangku lotre kaki lima di tepi ruas jalan yang menuju kawasan Lapangan Taksim, Istanbul?

Entahlah, yang jelas di Turki sama dengan di Indonesia pemandangan perempuan dan ibu negara yang memakai jilbab kini lazim. Tak lagi menjadi pemandangan langka seperti dan selama rezim Kemal Atturk yang mengklaim dirinya sebagai kaum paling nasionalis Turki, berada dalam tampuk kekuasaan.

Turki kini menjadi dirinya sendiri, tak perlu mengemis pada asing dan Eropa seperi dahulu lagi!

 

 

 

 

 

 

Spanyol dijadikan gereja. Atau pula bila gereja tua di Paris Notre Dame tetap dipakai sebagai tempat ibadah uleh umat Kristen. Gak ada yang menjadikannya sebagai perosalan kan?,'' katanya.

Lebih unik lagi adalah pernyataan seorang tokoh senior aktivis Muhammadiyah, Sudibyo Marcus. Pak dokter yang kini gemar menulis soal toleransi antarumat bergama dalam laman facebooknya menulis soal penggunaan Hagia Sophia menjadi masjid. Selengkapnya dia menulis begini dengan mengacu pada berita soal Hagia Sophia yang dituls Republika.

Hagia Sophia berunah status menjadi masjid. Direbut Sultan Al Fathih 1453 M bersama Konstantinopel.

Pengadilan Turki pada hari Jumat 10 Juli 2020 kemarin membatalkan Keputusan Kemal Ataturk yg merubah Hahia Sophia yang tadinya dimanfaatkan sebagai masjid menjadi museum pada tahun 1937.

Perubahan ini tak akan merubah persepsi masyarakat Barat Kristen, karena perubahan fungsi gereja menjadi masjid tersebut bukan hal yang baru lagi.

Bahkan belum lama ini masyarakat Muslm New York juga tidak merubah nama gereja yang bernama Mary atau Mariam yang mereka beli. Banyak gereja di Inggris dan Amerika Serikat yang dibeli dan dirubah fungsinya menjadi masjid.

Bahkan sebuah gereja di New York dijual kepada kaum Muslimin dengan harga lebih murah dari pada penawar lain yang lebih tinggi, karena pihak gereja lebih senang fungsi gereja sebagai rumah ibadah tidak berubah.

Bahkan hasutan Samuel Huntington yang menjadikan Turki sebagai simbol musuh Barat terhadap Islam, baik karena Turki telah merebut Konstantinopel sebagai ibu kota kerajaan Romawi Timur pada th 1453 serta dua kali mengepung Wina tapi gagal pada 1527 dan 1683 M, kini tak memiliki signifikansinya lagi.

Maka dari dua pernyataan itu teraba kiranya arah sebenarnya kebisingan dunia barat terhadap soal kebijakan Erdogan menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid. Apalagi keputusan itu juga didasarkan pada keptusan pengadllan yang selama ini digembar-gemborkan barat sebagai hal yang harus ditatai sebagai penguasa bila tidak mau disebit sebagi diktataor atau seorang fasis.

Lagi pula barat pun tahu bila Erdogan sudah lama menyingkirkan gambar Kemal Attaturk dari dinding ruang kerja kepresidenannya. Di belakang meja kerjanya gambar itu sudah dia ganti dengan hambar Sultan Muhammad Fatih II yang di barat disebut sebagai sang penakluk. Gambar Erdogan dengan pose foto ini sudah lama tersebar.

Alhasil, apakah sisa budaya Kemal Atturk masa kini tinggal berada di tepi ruas jalan di bangku kios lotre di tepi ruas jalan yang menuju kawasan Lapangan Taksim, Istanbul?

Entahlah, yang jelas di Turki sama dengan di Indonesia pemandangan perempuan memakai jilbab kini lazim. Tak lagi menjadi pemandangan langka seperti dan selama rezim Kemal Atturk yang mengklaim dirinya sebagai kaum paling nasionalis Turki, berada dalam tampuk kekuasaan.

Turki kini menjadi dirinya sendiri, tak perlu mengemis pada asing dan Eropa seperi dahulu lagi!

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement