REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Toko pakaian online Shein menyatakan permintaan maafnya lantaran menjual sajadah dengan gambar Ka'bah di situsnya. Sajadah yang dijual itu diberi label 'karpet yunani berumbai' dan ada gambar Ka'bah di atasnya.
Ka'bah merupakan kiblat umat Islam dan dianggap tempat paling suci dalam Islam. Shein juga dituduh melakukan perampasan budaya (cultural appropiation) karena menggunakan model kulit putih untuk menjual pakaian tidur yang meniru pakaian budaya.
Ritel tersebut kini telah meminta maaf melalui pernyataan kepada lebih dari 11 juta pengikutnya di Instagram. Shein juga menghapus item yang dijual tersebut dari situsnya.
"Sebagai merek global, kami bertekad melakukan pekerjaan yang jauh lebih baik dalam mendidik diri kita sendiri tentang budaya, agama dan tradisi yang berbeda untuk memastikan komunitas kita yang beragama dihormati dan dihargai," demikian pernyataan Shein, melalui akun Instagramnya @sheinofficial, dilansir di BBC, Selasa (7/7).
"Kami mengajukan permintaan maaf kami yang tulus kepada semua pihak yang tersakiti dan tersinggung, dan berharap kami bisa mendapatkan maaf Anda," tambahnya.
you have got to be joking. SHEIN really taking prayer mats and reselling it like this? RELIGIOUS PRAYER MATS??????? AS RUGS? pic.twitter.com/faslMQQ4AF
— miki minach (@cxffeinatxd) July 3, 2020
Ulasan pada produk tersebut menunjukkan pelanggan menggunakan sajadah tersebut untuk tujuan selain ibadah. Satu ulasan menunjukkan pembeli menggunakan sajadah yang kemudian dianggap tikar itu untuk kucing peliharaan mereka.
Hal ini dinilai bukan pertama kalinya terjadi. Perampasan budaya dalam fashion telah menjadi perbincangan umum dalam beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, Pretty Little Thing dikritik karena merancang koleksi "oriental" yang berbasis di sekitar pakaian tradisional China.
Pada 2018, H&M meminta maaf setelah kampanye iklan menunjukkan seorang anak berkulit hitam mengenakan hoodie yang bertuliskan "monyet paling keren di hutan". Tidak hanya itu, merek fashion terkenal seperti Gucci, Dolce & Gabbana dan Commes Des Garçons juga pernah melayangkan permintaan maaf.
Namun demikian, editor fashion Financial Times Lauren Indvik mengatakan kepada Radio 1 Newsbeat awal tahun ini, bahwa industri fashion telah terbangun dengan masalah keragaman dalam mode. Menurutnya, sudah ada upaya nyata dididik dan menunjuk dewan keanekaragaman.
"Saya pikir sekarang ada fokus untuk merekrut keragaman yang mungkin tidak ada tiga atau empat tahun lalu," ujarnya.
To those we’ve offended, we’re truly sorry! After discovering this mistake, the matts were immediately removed from our site. It was supplied by a vendor that didn’t know its meaning. We respect all cultures and religions and promise to learn and do better in the future.
— SHEIN (@SHEIN_official) July 6, 2020