REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Masjid di wilayah pinggiran Ibu Kota Kairo, Mesir terlihat penuh dengan orang-orang yang melaksanakan ibadah sholat Dzuhur berjamaah pada Sabtu (27/6). Bagian halaman luar masjid juga diisi oleh para jamaah, menyusul terbatasnya area dalam sejak aturan jarak fisik diberlakukan di tengah pandemi virus corona jenis baru (COVID-19) saat ini.
Selama lima bulan terakhir, ancaman penyebaran virus corona jenis baru membuat banyak kegiataan keagamaan di masjid-masjid Mesir yang tidak dapat dilaksanakan. Tak terkecuali saat Ramadhan, di mana umat Muslim seharusnya dapat banyak melakukan ibadah berjamaah di masjid seperti sholat Taraweh.
Salah satu imam di masjid Mesir mengatakan bahwa itu merupakan waktu yang sulit bagi umat Muslim. Namun, ia menegaskan bahwa penangguhan sementara kegiataan keagamaan yang ditujukan untuk keselamatan banyak orang merupakan salah satu tanda kebesaran dalam Islam.
“Bertentangan dengan apa yang banyak orang, agama kami aangaat fleksibel. Kami telah merindukan rumah Tuhan (masjid) dan bisa kembali sekarang, ini adalah sebuah berkah yang harus disyukuri,” ujar imam tersebut, seperti dilansir The National, Ahad (28/6).
Imam tersebut kemudian mengatakan bahwa hanya dengan diizinkan kembali melaksanakan ibadah berjamaah di masjid, umat Muslim harus sangat bersyukur dan tentunya mematuhi peraturan yang berlaku untuk mencegah penyebaran COVID-19. Mulai dari mengenakan masker dan membawa sajadah serta perlengkapan sholat masing-masing adalah beberapa diantara aturan yang ditetapkan.
Mesir telah kembali membuka masjid-masjid untuk para jamaah, sejak pemerintah negara itu melakukan penutupan seluruh rumah ibadah untuk mengendalikan penyebaran COVID-19. Hal ini sempat menimbulkan perdebatan, mengingat jumlah kasus infeksi virus corona jenis baru yang mash tinggi dan ancaman wabah terus ada.
Keputusan Pembukaan masjid dan rumah badah lainnya di Mesir juga terjadi bersamaan dengan diizinkannya kafe, biskop, dan restoran beroperasi normal. Pemerintah di negara Afrika itu menyatakan orang-orang harus belajar hidup berdampingan dengan COVID-19 hingga vaksin perlindungan penyakit ini berhasil dikembangkan.
Karena itu, langkah-langkah pencegahan mulai dari jarak sosial, mengenakan masker, dan sanitasi seperti mencuci tangan rutin diwajibkan kapada seluruh masyarakat Mesir. Pemerintah negara itu bertujuan mengurangi dampak ekonomi yang terjadi selama turan pembatasan ketat untuk mengendalikan COVID-19 diberlakukan.
Tak sedikit warga Mesir yang menilai bahwa pembukaan kembali rumah ibadah dan berbagai bisnis terlalu cepat dilakukan. Melalui media sosial, mereka mengatakan sebisa mungkin untuk tetap berada di rumah, secara khusus bagi orang-orang yang tinggal di Kairo, rumah bagi sekitar 25 juta penduduk dan lebih dari setengah dari total kematian akibat COVID-19 di negara itu terjadi.
Banyak orang yang juga memperingatkan ancaman bahaya di kafe dan restoran yang sering dikunjungi, meskipun pihak berwenang telah menginstruksikan pemilik bisnis untuk beroperasi dengan maksimal 25 persen kapasitas pengunjung. Rasio ini juga berlaku untuk bioskop dan teater.
Jam malam di Mesir telah dicabut dan mulai pada 1 Juli , bandara kembali dibuka, dengan layanan penerbangan internasional dan domestik. Messi demikian, pantai dan taman umum akan tetap tertutup.
Di tengah perdebatan tentang pembukaan kembali kegiatan bisnis dan aktivitas lainnya, pembukaan kembali masjid tampaknya menjadi satu langkah yang mendapat persetujuan banyak orang di Mesir. Mesai demikian, ada beberapa kegiatan keagamaan yang tetap dilarang saat ini, seperti khotbah Jumat tradisional tetap dilarang.
"Saya senang kembali hari ini," kata Sayed Mohammed, seorang warga berusia 67 tahun yang baru selesai melaksanakan sholat subuh berjamaah di sebuah masjid di pusat kota Kairo pada Sabtu (27/6).
Mohammed mengatakan beberapa jamaah bahkan membawa anak-anak mereka, yang biasanya hanya dilakukan selama Ramadhan atau hari raya keagamaan. Ia mengungkapkan bahwa dapat terlihat bahwa semua orang sangat gembira.
Sumber: