Jumat 26 Jun 2020 23:22 WIB

Emil: Sebaiknya Santri Rapid Test Meski tak Wajib

Emil menegaskan santri sebaiknya melakukan rapid test meski tak wajib.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Nashih Nashrullah
Gubernur Jawa Barat sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat Ridwan Kamil (kedua kiri) bersama Wali Kota Bogor Bima Arya (kiri) memantau pelaksanaan rapid test di Pondok Pesantren Hamalatul Quran Al-Falakiyah, Pagentongan, Kelurahan Loji, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/6/2020). Ridwan Kamil juga memantau pelaksanaan rapid test massal untuk penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bogor sebagai langkah antisipasi mencegah penyebaran pandemi COVID-19.
Foto: ANTARA Arif Firmansyah
Gubernur Jawa Barat sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat Ridwan Kamil (kedua kiri) bersama Wali Kota Bogor Bima Arya (kiri) memantau pelaksanaan rapid test di Pondok Pesantren Hamalatul Quran Al-Falakiyah, Pagentongan, Kelurahan Loji, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/6/2020). Ridwan Kamil juga memantau pelaksanaan rapid test massal untuk penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bogor sebagai langkah antisipasi mencegah penyebaran pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Gubernur Jawab Barat Ridwan Kamil menyatakan, santri yang kembali masuk pondok pesantren (ponpes) tak diwajibkan untuk melakukan rapid test. Hanya saja, Emil mengatakan, lebih baik santri melakukan rapid untuk mengetahui terbebas dari Covid-19.  

"Itu (rapid) tidak wajib, tapi kalau bisa dilakukan itu lebih afdol, kira-kira bahasanya seperti itu," kata Emil didampingi Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto saat pengecekan protokol kesehatan di Ponpes Hamalatul Quran Al-Falakiyah, Pegentongan, Kota Bogor, Jumat (26/6).    

Baca Juga

Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar No: 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Lingkungan Pondok Pesantren. Keputusan itu di antaranya telah mengatur protokol kesehatan umum, protokol di tempat belajar, protokol di kobong (penginapan santri), protokol di tempat makan, protokol di kantin, hingga protokol jika ada indikasi Covid-19 di pesantren.  

Emil menjelaskan, pihaknya telah mengizinkan ponpes untuk kembali dibuka dan menerima santri dengan persyaratan protokol kesehatan. Sebab, kurikulum dan sistem belajar di ponpes berbeda dengan sekolah formal.   

Sehingga, dipersilahkan bagi pesantren yang ingin kembali menjalankan proses pengajarannya. "Semua (ponpes) sudah bergerak hampir 90 persen kecuali sekolah umum," kata Emil.

 

Namun, Emil menegaskan, dibukanya ponpes tak berarti mengizinkan sekolah formal dibuka. Sebab, proses belajar sekolah formal harus dibuka secara serentak.

"Kalau pesantren sudah mulai dipersilakan tapi kalau sekolah menunggu ada zona hijau yang disepakati baik level kota, provinsi dan pusat," terangnya.  

Emil menyatakan, di Jabar terdapat sekitar 10 juta anak sekolah formal yang terbebas dari Covid-19. Karena itu, Emil menegaskan tak ingin tergesa-gesa untuk memutuskan sekolah kembali dibuka.

"Kami tidak mau gegabah karena Covid-19 paling rawan ke usia anak sekolah, dan lansia (lanjut usia)," tegasnya.

Pengasuh Ponpes Al Falakiyah, KH TB Asep Zulfiqor, menjelaskan pihaknya telah memulai membuka pendaftaran santri. Namun, saat ini santri baru belum diperbolehkan untuk masuk ponpes.  

"Sudah lama dibuka tapi kita belum pikirkan kapan mereka masuknya, bisa saja Agustus," kata KH TB Asep.

Dia menjelaskan, ponpes yang diasuhnya memiliki 800 santri dan santriwati. Dari jumlah tersebut, baru 100 santri atau santriwati yang yang diperbolehkan kemabli ke ponpes. "Pertama ini adalah calon-calon guru karena guru-guru di kita ini kan dari siswa juga, artinya orang-orang yang paling dewasa dulu, baru (santri) berikutnya gitu," jelasnya.

KH TB Asep mengatakan, para santri dan santriwati di Ponpes Al Falakiyah telah sejak dulu tak diizinkan keluar secara sembarangan. Karena itu, secara tidak langsung, pihaknya telah melakukan karantina.  

"Jadi kita berjamaah juga di masjid sendiri, sehingga setiap hari kita seperti dikarantina di rumah aja," jelasnya.

KH TB Asep menegaskan, santri yang hendak kembali ke ponpes telah diawasi orang tua. Pasalnya, sebelum kembali ke ponpes, pihak ponpes meminta agar santri lebih dulu dikarantina di rumahnya.

KH TB Asep mewajibkan untuk semua santri yang diperbolehkan ke pondok untuk mengantongi surat keterangan sehat. Bila perlu, sambung KH TB Asep, santri telah mengikuti rapid atau swab test.  

"Surat kesehatan kita wajibkan bagi meraka. (Rapid) iya dianjurkan dan Alhmdulillah ini ada rapid test (dari Jawa Barat)," kata dia.  

Wakil Wali Kota Bogor sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Bogor, Dedie A Rachim, menjelaskan telah membahas protokol kesehatan dengan Forum Komunikasi Pondok Pesantren Kota Bogor untuk mengantisipasi persebaran Covid-19. Dedie menyatakan, santri yang mondok di Kota Bogor harus menunjukkan surat keterangan sehat.  

“Anak-anak Kota Bogor yang mau nyantri ke luar syaratnya harus rapid test, kita juga minta melakukan hal yang sama. Dianjurkan untuk rapid test dan membawa surat keterangan sehat,” kata Dedie.

Di Kota Bogor setidaknya terdapat 144 pondok pesantren yang tersebar di enam kecamatan. Dedie mengatakan, pihaknya menerima masukkan untuk memfasilitasi rapid test kepada para santri.

Dedie menyanggupi akan melakukan rapid test pada santri yang kurang mampu. Sementara, santri kelas ekonomi menengah atas disarankan untuk melakukan rapid test secara mandiri.

“Kami menunggu berapa banyak santri yang berstatus kurang mampu agar bisa segera kita fasilitasi. Nanti diajukan ke Dinas Kesehatan untuk memfasilitasi rapid tes," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement