Selasa 16 Jun 2020 02:53 WIB

Ponpes di Jabar Keberatan Poin Surat Kesanggupan di Kepgub

Poin kiai dan santri harus menunjukan surat sehat dari dinas kesehatan dihilangkan.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum memimpin video conference dengan perwakilan pengurus pondok pesantren (Ponpes) se-Jabar dalam rangka penyusunan protokol kesehatan new normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di lingkungan pesantren, dari Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/6).
Foto: istimewa
Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum memimpin video conference dengan perwakilan pengurus pondok pesantren (Ponpes) se-Jabar dalam rangka penyusunan protokol kesehatan new normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di lingkungan pesantren, dari Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (5/6).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Pemprov Jabar, menerima banyak kaberatan dari banyak Pondok Pesantren (Ponpes) terkait Butir 3 "Surat Pernyataan Kesanggupan" yang terdapat dalam Keputusan Gubernur No 443/Kep.231-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Lingkungan Pondok Pesantren. Oleh karena itu, Pemprov Jabar mengubah Kepgub tersebut. 

"Saya banyak menerima WA terkait  kontroversi  tentang butir ke 3 pernyataan kesanggupan. Kepgub ini untuk mengatur protokol kesehatan di pesantren tapi ada beberapa  point yang  memang menjadi keberatan ponpes  dan pak gubernur  mendengarkan aspirasi  ini," ujar Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat Daud Achmad, di Gedung Sate, Senin (15/6).

Menurut Daud, setiap kebijakan memang selalu dinamis ada pro dan kontra. Protokol kesehatan yang diatur dalam Kepgub ini, dibuat untuk melindungi dan mempertahankan pesantren agar tak terjadi klaster penyebaran baru.

"Peraturan gubernur ini dibuat untuk bisa mempertahankan bahwa lingkungan pesantren tidak menjadi klaster. Ini semata mata melindungi orang orang di lingkungan pesantren kiai, santri ustadz dan tamu lain. Pergub ini bisa memperkuat komitmen ikut mempercepat penanganan Covid-19 di Jabar," paparnya.

Sementara menurut Asisten Pemerintahan Hukum dan Kesejahteraan Sosial Setda Jabar, Dewi Sartika, Perubahan Kepgub nomer 443/keputusan.326 itu adalah tentang perubahan atas Kepgub nomer 443 kep.321. "Jadi yang baru 326. Itu tentang perubahan keputusan gubernur terkait protokol kesehatan untuk penceaghan dan pengendalian Covid-19 di lingkungan pesantren," katanya.

Perubahan ini, kata dia, pada dasarnya untuk memberikan perlindungan terhadap aktivitas kiai, santri dan asatidz di lingkungan pesantren dalam rangka pencegahan dan pengendalian covid-19 selama masa pandemi telah diatur protokol kesehatan di lingkungan pesantren.

Menimbang, kata dia, bahwa untuk meningkatkan daya keberlakuan protokol kesehatan di lingkungan pesantren, ini untuk melaksanakan protokol kesehatan. Beberapa yang diubah sesuai dari masukan dari para pesantren, maka yang diubah adalah nomer 15 a di bagian umum. Awalnya, tentang membuat surat kesanggupan yang disampaikan bupati walikota setempat dan ditembuskan kepada aparat kepolisian terdekat, diubah menjadi membuat surat pernyataan kesanggupan yang disampaikan kepada gugus tugas kab/kota setempat.

Kemudian, kata dia, untuk contoh surat pernyataan, yang pertama tadinya ada tiga poin menjadi dua poin. "Poin ketiganya adalah bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal terbukti melanggar protokol kesehatan penanganan covid 19, itu dihilangkan," katanya.

Sedangkan yang nomer dua, kata dia, bersedia menyediakan sarana prasarana yang wajib, menjadi kita menyatakan, bahwa bersedia menyediakan sarana prasarana yang perlu diadakan berkaitan dengan perilaku hidup dan bersih di lingkungan pondok pesantren.

Perubahan ini juga, kata dia, mengenai protokol kedatangan kiai, santri, asatidz dan pihak lain. Yang awalnya ada enam poin, menjadi lima point. "Point ketiga adalah kiai santri asatidz harus menunjukan keterangan surat sehat dari dinas kesehatan atau puskesmas kab/kota asal, itu dihilangkan," katanya.

Kemudian juga, kata dia, berikutnya adalah bahwa terdapat kyai santri, asatidsz dan pihak lain yang menunjukan suhu tubuh 38 derajat atau lebih sekarang diganti menjadi 37,5 derajat atau lebih. "Kira kira seperti itu perubahannya. Dan ini sudah ditandatangani oleh Pak Gubernur," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya mendesak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, untuk menghapus Butir 3 "Surat Pernyataan Kesanggupan" yang terdapat dalam Keputusan Gubernur No 443/Kep.231-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Penegndalian Covid-19 di Lingkungan Pondok Pesantren. 

Menurut Abdul Hadi, butir 3 surat tersebut harus dihapus karena tidak memenuhi aspek hukum sekaligus membuat resah pondok pesantren. "Dari segi hukum, jelas Butir 3 Surat Pernyataan Kesanggupan tersebut tidak bermakna apa-apa," ujar Abdul Hadi kepada wartawan, Senin (15/6).

Abdul Hadi mengatakan, butir 3 Surat Pernyataan Kesanggupan yang mengatakan "Bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal terbukti melanggar Protokol Kesehatan Penanganan Covid-19", itu sebenarnya otomatis berlaku. Artinya, siapa-pun yang melanggar ketentuan larangan dalam peraturan perundang-undangan, memang dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan sanksi yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut. Karenanya, tanpa penyebutan dalam Surat Pernyataan-pun hal tersebut sudah terjadi. 

"Karenanya  butir 3 Surat Pernyataan Kesanggupan tersebut tidak ada fungsinya secara hukum. Justru menimbulkan keresahan karena mempersepsikan warga pesantren tidak taat hukum," tegas Abdul Hadi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement