Sabtu 13 Jun 2020 04:33 WIB
Islam

Islam Dalam Kehidupan Keagamaan dan Kepercayaan Menak Sunda

Kisah Islam di dalam benak para Menak Sunda

Sebuah keluarga Menak Sunda
Foto:

Bentuk lain tentang adanya hubungan dengan alam gaib ini, juga diwujudkan dalam bentuk ziarah yang senantiasa dilakukan kaum ménak bila hendak melakukan sesuatu yang penting agar mendapat berkah dan keselamatan. Misalnya, waktu anak akan dikhitan, sebelum bulan puasa, setelah hari Idul Fitri, dan lain-lain. Jadi arwah para leluhur dihormati dengan adanya anggapan bahwa ruh mereka masih bisa menjadi pelindung. Penghormatan kepada leluhur juga dilakukan dalam bentuk pembangunan makam yang megah yang di bagian atasnya dilengkapi dengan cungkup. Sebagai penghormatan khusus bagi bupati yang telah me- ninggal di belakang namanya ditambahkan kata suwargi (almarhum) yang berasal dari kata suarga (sorga).

Kaum ménak yang meninggal biasanya dimakamkan dalam suatu kompleks pekuburan khusus milik keluarga. Di beberapa kompleks pema-kaman dapat dilihat bahwa kavling-kavling makam itu sudah ditentukan peruntukannya sehingga makam seorang bupati bisa berdekatan dengan makam radén ayu-nya, seperti pemakaman keluarga Bupati Sumedang di Gunung Puyuh misalnya. Makam seorang bupati juga kadang-kadang berdekatan dengan para bupati pendahulunya, seperti bisa dilihat di Kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Karanganyar.

Bila kompleks makam keluarga sudah penuh, dibuat kompleks yang baru di tempat lain. Pemakaman ménak Sumedang misalnya, selain di Gunung Puyuh ada juga yang bertempat di Dayeuh Luhur, di Gunung Ciung, dan di Pasarean Gede. Adanya makam terpisah-pisah dari suatu keluarga, bisa juga karena perpindahan ibu kota kabupaten. Misalnya kompleks makam keluarga Bupati Bandung, selain di Karanganyar, ada juga di Dayeuh Kolot (karena dahulu ibu kota Kabupaten Bandung terletak di Dayeuh Kolot, artinya kota lama).

Meskipun kepercayaan dan adat sebagai bagian dari ikatan tradisional masih melekat dalam kehidupan sehari-hari kaum ménak, usaha-usaha untuk menjalankan syariat Islam sering dinasihatkan oleh kerabat tua-tua, bahkan oleh seorang emban seperti telah di-ungkapkan di muka. Radén Haji Muhamad Musa mengingatkan cucunya yang menjadi Bupati Lebak untuk tidak meninggalkan salat lima waktu agar menjadi bupati yang sempurna.Para bupati dalam upaya meneguhkan kedudukannya merasa perlu meraih kaum ulama, terutama yang berada di luar jalur birokrasi. Bupati Bandung R.A.A. Martanagara, seperti telah disebutkan, sering berkunjung ke beberapa pesantren. Bupati Tasikmalaya menjadi pelindung Majalah Al-Imtisal yang diterbitkan oleh perkumpulan kiai-kiai di Tasikmalaya pada tahun 1929.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat diambol kesimpulan, bahwa gaya hidup kaum ménak yang penuh dengan lambang-lambang menjadi pembeda status dengan golongan sosial lain yang ada dalam masyarakat Priangan. Selama satu setengah abad tampak adanya perubahan dalam berbagai aspek gaya hidup, baik karena faktor internal maupun eksternal. Dalam menghadapi perubahan tampak bahwa kaum ménak pada umumnya bersikap pragmatis dan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai baru. Meskipun selalu berada dalam berbagai tekanan, gaya hidup yang ekslusif tetap dikejar untuk mengokohkan identitas.

Banyaknya persamaan aspek-aspek gaya hidup kaum ménak Priangan dengan priyayi Jawa tidak terlepas dari sisa-sisa pengaruh kekuasaan Mataram dahulu. Secara politis kekuasaan Mataram atas Priangan hanya berlangsung sekitar enam dekade, tetapi pengaruh budayanya berlangsung hampir dua setengah abad. Kemungkinan besar hal ini terjadi karena Pemerintah Hindia Belanda yang dijadikan panutan tidak menawarkan nilai-nilai baru yang cukup kuat untuk menggeser tradisi Jawa yang sudah cukup mengakar.

Jelas bahwa sebelum Snouck Hurgronje mena-warkan asosiasi-nya, Pemerintah Hindia Belanda sendiri lebih suka membiarkan kaum pribumi berada dalam budayanya sendiri sepanjang kepentingan pemerintahannya tidak terganggu. Di samping itu, di Priangan sudah tidak ada lagi kerajaan yang dapat dijadikan panutan kultural. Tokoh Radén Haji Muhamad Musa lah yang berusaha menggali kembali budaya asli melalui karya tulis berbahasa Sunda atas dorongan K.F. Holle. Meskipun tidak tampak suatu revolusi, Penghulu Limbangan itu berperan besar, paling tidak sebagai pionir dalam perkembangan bahasa dan sastra Sunda. Situasi sejarah kemudian memungkinkan kebangkitan budaya Sunda dilanjutkan oleh tokoh-tokoh kaum ménak dan bukan ménak.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement