Jumat 05 Jun 2020 19:21 WIB

Ketua Umum PBNU Nilai Demokrasi Amerika Sedang Sekarat

Ketua Umum PBNU meminta Indonesia tak mengikuti Amerika untuk membangun demokrasi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Umum PBNU Nilai Demokrasi Amerika Sedang Sekarat. Foto: Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyampaikan pidato kebudayaan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta, Selasa (22/10/2019) malam.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Ketua Umum PBNU Nilai Demokrasi Amerika Sedang Sekarat. Foto: Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyampaikan pidato kebudayaan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta, Selasa (22/10/2019) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof KH Said Aqil Siroj mengungkapkan, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika ke-45 telah menguak borok demokrasi Amerika yang selama ini tampil bak ‘polisi’ demokrasi dunia. Menurut dia, kampanye ‘hitam’ Trump yang rasis pada saat Pilpres telah menunjukkan sentimen negatif terhadap imigran kulit warna dan kaum Muslim, dan meledak dalam kerusuhan rasial yang terjadi di Amerika sekarang.

"Demokrasi Amerika tengah sekarat karena menghasilkan pemimpin konservatif yang menyeret demokrasi ke titik anti-klimaks dengan retorika-retorika politik iliberal yang selama ini dimusuhinya," ujar Kiai Said dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (5/6).

Baca Juga

Menurut Kiai Said, perubahan haluan yang drastis dari Presiden Barack Obama ke Presiden Donald Trump menunjukkan fondasi demokrasi Amerika tidak sekokoh seperti yang didengung-dengungkan. Diskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi telah menjadi cacat bawaan seperti telah disinggung oleh Gunnar Myrdal sejak 1944 dalam bukunya An American Dilemma.

"Demokrasi Amerika akan terus dihantui oleh pertarungan abadi antara ide persamaan hak dan prasangka rasial. Keyakinan Myrdal bahwa pada akhirnya demokrasi akan menang atas rasisme tidak terbukti sampai sekarang. Diskriminasi atas warga Afro-Amerika telah memicu kerusuhan rasial yang terus berulang hingga 11 kali dalam setengah abad sejak 1965," jelasnya.

Kiai Said menjelaskan, keadilan, persamaan hak, pemerataan, dan perlakuan tanpa diskriminasi terhadap seluruh kelompok masyarakat merupakan nilai-nilai demokrasi yang gagal dicontohkan Amerika. Menurut dia, standar ganda yang sering digunakan Amerika dalam isu HAM, perdagangan bebas, dan terorisme menunjukkan wajah bopeng demokrasi yang tidak patut ditiru.

"Nahdlatul Ulama memandang bahwa demokrasi masih merupakan sistem terbaik yang sejalan dengan konsep syura di dalam Islam. Namun, NU menolak penyeragaman demokrasi liberal ala Amerika sebagai satu-satunya sistem terbaik untuk mengatur negara dan pemerintahan," ungkapnya.

Menurut Kiai Said, Indonesia tidak perlu membebek Amerika dan negara manapun untuk membangun demokrasi yang selaras dengan jati diri dan karakter bangsa Indonesia. Menurut dia, demokrasi yang perlu dibangun di Indonesia tetap harus berlandaskan pada prinsip musyawarah-mufakat dalam politik dan gotong royong dalam ekonomi, dan  demokrasi yang sejalan dengan penguatan cita politik sebagai bangsa yang nasionalis-religius dan religius-nasionalis.

"Nahdlatul Ulama memandang bahwa kejadian kerusuhan rasial di Amerika saat ini perlu menjadi bahan refleksi serius agar peristiwa serupa tidak terulang di negara mana pun," jelas Kiai Said. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement