Rabu 27 May 2020 11:10 WIB
Islam

Priyayi, Santri, Abangan: Kajian Makhluk Halus di Jawa

Kisah Islam di Jawa dan macam makhluk halus hasil penelitian antrpolog Amerika

Suasana slametan atau kenduri di Jawa zaman dahulu.
Foto: pinterst
Suasana slametan atau kenduri di Jawa zaman dahulu.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Berikut ini adalah tulisan cuplikan dalam buku legendariss karya antrpolog kondang asal Amerika Serikat Clifford Geertz dalam bukunya yang sangat fenomenal: Agama Jawa --Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa.

Pada tulisan ini kami muat  tulisan pada awal bab kedua yang bahasannya mengkaji dunia batin orang Jawa dengan sangat menarik, yakni 'Kepercayaan Terhadap Makhluk Halus'. Bagi pembaca yang suka kisah horor dan aneka tayangan hantu atau makhluk halus lainnya, tentu saja menjadi penting dan menarik. Bahkan khusus dalam soal ini ada komentar menarik dari mantan wakl ketua MPR yang kini menjadi Dubes Indonesia di Lebanon. Menurut Hajriyanto yang juga menjadi anggota PP Muhammadiyah menyatakan keheranannya atas kefasihan Geertz menulis aneka macam makhluk halus di Jawa, padahal dia 'bule', orang Amerika Serikat.

''Bayangkan, saya saja yang orang Jawa baru tahu soal nama-nama hantu ketika membaca bukunya. Ternyata banyak macamnya juga,'' katanya sembari tertawa terkekeh pada sebuah perbincangan di kantornya bebera waktu silam.

Tapi sebelum lebih saja kami perkenalkan Clifford (James) Geertz itu. Dia adalah seorang ahli antropologi asal Amerika Serikat. Ia paling dikenal melalui penelitian-penelitiannya mengenai Indonesia dan Maroko dalam bidang seperti agama, perkembangan ekonomi, struktur politik tradisional, serta kehidupan desa dan keluarga.

Sedangkan untuk buku 'Agama Jawa -- Abangan, Santri Priyayi dalam kebudayaan Jawa ini adalah karya dia ketika meneliti di sebuah kota kecil di Jawa Timur (banyak yang menyebut Kota Pare, di Kediri) pada dekade 1950-an. Geerz menyebut kota ini menarik diteliti karena terdiri dari 90 persen orang yang beragama Islam. Dan ini dia anggap sesuai denan objek kajiannya antropologi tentang agama dan orang Jawa yang memang menjadi proyek tulisan desertasinya  di Universitas Harvard, Amerika Serikat.

Berikut tulisannya yang akan kami tayangkan secara serias:

============

Kepercayaan Terhadap Makhluk Halus

Seorang tukang kayu muda, yang lebih sistematis dalam menguraikan hal-hal itu daripada orang Jawa pada umumnya, mengisahkan kepada saya bahwa ada tiga jenis makhluk halus yang utama: memedi (secara harfiah berarti tukang menakut-nakuti), lelembut (makhluk halus) dan tuyul. 

Memedi hanya mengganggu orang atau menakut-nakuti mereka, tetapi biasanya tidak menimbulkan kerusakan serius. Memedi laki- laki disebut gendruwo dan yang perempuan disebut wewe (kawin dengan gendruwo, mereka selalu terlihat menggendong anak kecil dengan selendang di pinggang, sebagaimana ibu-ibu manusia). Memedi biasanya ditemukan pada malam hari, khususnya di tempat-tempatyang gelap dan sepi. Seringkali mereka tampak dalam wujud orangtua atau keluarga lainnya, hidup atau mati, kadang-kadang malahan menyerupai anak sendiri.

Tukang kayu itu masih ingat, bahwa beberapa tahun yang lalu seorang anak hilang di sekitar daerah itu. Orang mencari ke mana- mana sepanjang minggu. Dan ketika mereka akhirnya menemukan anak itu, ia sedang bersembunyi di belakang rumah dalam keadaan sangat ketakutan untuk berbicara, karena ia melihat gendruwo yang mengambil bentuk bapaknya. “Bapak”-nya ini sedang duduk di puncak sebuah pohon dan mengencingi anak itu. Sebenarnya, kata si tukang kayu, anak itu tidak perlu demikian takut; makhluk halus itu tidak berbahaya samasekali dan hanya suka menakut-nakuti.

Lelembut, berbeda dengan memedi, dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit atau gila. Lelembut masuk ke dalam tubuh orang dan kalau orang itu tidak diobati oleh seorang dukun asli Jawa, ia akan mati. Dokter-dokter Barat tidak bisa berbuat apa-apa terhadap penyakit atau kegilaan yang disebabkan oleh lelembut; hanya dukun yang bisa menyembuhkannya. Dukun sering bisa mengatakan di bagian tubuh  mana lelembut itu masuk dan dapat mengeluarkannya dengan memijat tempat itu saja—misalnya kaki, lengan, atau bagian punggung. Karena lelembut samasekali tidak tampak, dia juga tidak mengambil wujud salah seorang keluarga, tetapi mereka ini sangat berbahaya bagi manusia.

Jenis terakhir, tuyul, adalah makhluk halus anak-anak, “anak-anak yang bukan manusia”. Tukang kayu itu menunjuk kepada dua orang anak berumur tiga tahun yang sedang berdiri mendengarkan percakapan kami dan berkata, “Tuyul menyerupai anak-anak ini, hanya mereka bukan manusia tetapi makhluk halus anak-anak.”

Pesantren: Dulu, Kini, dan Nanti - Islam Santun

  • Keterangan foto: Anak-anak santri Jawa tengah mengaji di pesantren.

Mereka tidak mengganggu, menakuti orang atau membuatnya sakit; sebaliknya, mereka sangat disenangi manusia, karena membantu manusia menjadi kaya. Kalau orang ingin berhubungan dengan mereka, ia haras berpuasa serta bersemadi; tak lama kemudian, orang itu akan bisa melihat mereka dan untuk selanjutnya, bisa mempekeijakan mereka buat kepentingannya sendiri. Kalau orang mau kaya, ia bisa menyurah mereka mencuri uang. Mereka bisa menghilang dan bepergian jauh hanya dalam sekejap mata hingga tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari uang untuk tuannya.

Satu jenis tuyul lain disebut dengan mentek.Mereka pun anak-anak kecil yang tak berpakaian samasekali; sementara orang mengatakan mereka itu saudara sepupu tuyul Mentek tinggal di sawah.

“Misalnya”, demikian kata tukang kayu itu, “Anda dan saya memiliki sawah. Saya mempunyai mentek yang saya peroleh sesudah berpuasa dan bersemadi. Saya menyurah dia menyerap butir-butir padi Anda dan memindahkannya ke dalam padi saya. Ketika panen tiba, batang padi Anda kosong, sedangkan kepunyaan saya penuh, dua kali lebih gemuk. Tentu saja ini bukan perbuatan yang baik. Kelak, sesudah mati, saya haras berhadapan dengan Tuhan dan menerima hukuman. Namun, selagi hidup, memang menyenangkan kalau Anda memiliki tuyul"'.

Tidak ada ajaran mengenai hal ini. Pandangan tukang kayu itu adalah pendapatnya sendiri dan walaupun pendapat ini secara kasar mirip, detail-detail tentang makhluk halus berbeda dari satu orang ke orang lain. Ada banyak pembicaraan dan perdebatan tentang dunia makhluk halus. Meski terdapat kesepakatan tentang keberadaan dan pentingnya makhluk adikodrati (yang sebagai suatu kelompok, disebut bangsa alus), tetapi setiap orang tampaknya mempunyai pendapat sendiri mengenai sifat dasarnya serta pengalaman pribadi untuk membuktikannya.

Kepercayaan kalangan abangan di Mojokuto terhadap makhluk halus bukanlah bagian dari sebuah skema yang konsisten, sistematis dan terintegrasi, tetapi lebih berupa serangkaian imaji yang berlainan, konkret, spesifik serta terdefinisikan secara agak tajam—metafora-metafora visual yang tidak terkait satu sama lain memberi bentuk kepada berbagai pengalaman yang kabur dan yang kalau tidak demikian, tidak akan dapat dimengerti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement