REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Ahmad Satori Ismail
Ketika Rasulullah SAW berjalan bersama Anas ra, tiba-tiba ada seorang Badui mengejar dan serta merta menarik serbannya dengan keras.
Anas berkata, "Aku melihat bekas tarikan serban kasar itu pada leher Rasul." Lalu Badui berkata, "Wahai Muhammad, berilah aku dari harta Allah yang ada padamu."
Rasul menoleh sambil tersenyum lalu memerintahkan sahabat agar memberikan harta cukup banyak kepadanya. Sikap Nabi ini menggambarkan betapa hebatnya kemampuan beliau dalam mengendalikan emosi. Beliau disakiti, dihinakan di depan orang, dan dimintai sedekah secara paksa, tetapi beliau tidak marah.
Kemarahan adalah ketegangan jiwa yang muncul akibat penolakan terhadap apa yang tidak diinginkan, atau bersikukuh dengan pendapat tertentu tanpa melihat kesalahan atau kebenarannya.
Secara psikologis dan medis, kemarahan merupakan suatu sikap emosional yang berdampak negatif pada jantung. Saat marah, terjadi perubahan fisiologis seperti meningkatnya hormon adrenalin yang akan memengaruhi kecepatan detak jantung dan menambah penggunaan oksigen.
Kemarahan akan memaksa jantung memompakan darah lebih banyak sehinga bisa mengakibatkan tingginya tekanan darah. Akibatnya bisa fatal bila pemarah tersebut memiliki penyakit darah tinggi atau jantung.
Hasil penelitian modern menyimpulkan bahwa kemarahan berulang-ulang bisa memperpendek umur karena diserang berbagai penyakit kejiwaan dan penyakit jasmani. Di sini letak urgensinya larangan marah.
Ketika seorang laki-laki datang kepada Rasul SAW lalu berkata, "Berilah aku nasihat." Rasul bersabda, "Jangan marah." Lelaki itu mengulangi permintaannya beberapa kali, tetapi beliau tetap menjawab, "Jangan marah." (HR al-Bukhari).
Dampak kemarahan akan semakin parah saat dalam keadaan berdiri, karena semua urat dan otot mengencang sehingga meningkatkan jumlah hormon adrenalin. Keadaan seperti ini bisa mengakibatkan penyakit kanker. Berbeda kalau dia duduk, maka adrenalin akan menurun.
Dan, apabila mengingat Allah lalu berlindung kepada-Nya dari kejahatan setan maka akan menghasilkan ketenteraman hati secara signifikan. "Bila salah seorang dari kamu marah dalam keadan berdiri hendalah duduk, bila kemarahan masih belum hilang hendaklah ia berbaring." (HR Ahmad).
Dalam ilmu jiwa, akar dari emosi adalah ketidakpuasan terhadap sesuatu. Saat berlindung kepada Allah dari setan berarti dia mengakui bahwa emosi adalah perbuatan setan, dan emosi bisa dihalau dengan cara meyakini bahwa kebaikan dan keburukan semua datang dari Allah dan dia harus selalu rida dengan ketentuan-Nya.
Saat Rasul SAW melihat seorang sedang marah besar beliau bersabda, "Aku akan ajarkan kalimat-kalimat kalau dia membacanya akan hilang kemarahannya. Kalau dia mengucapkan A'udzubillahi min as syaithoni ar rajiim pasti akan hilang amarahnya." (HR Bukhari dan Muslim).
Belakangan ini sering terjadi kerusuhan, tawuran, dan tindakan anarkis. Sudah pasti hal itu diawali emosi yang tidak terkendali. Orang kuat dalam Islam adalah orang yang mampu mengendalikan amarahnya.
Agar tidak marah kita harus mengingat Allah yang selalu mengawasi kita dan bersikap toleran. Obat manjur ketegangan jiwa adalah sikap toleran.
(Artikel Hikmah ini dimuat pada 28 Januari 2014 dan artikel ini merupakan reposting)