Jumat 22 May 2020 15:59 WIB
Mudik

Mudik, Ngetanen: Hilangnya Kesempatan Tabuh Bedug di Kampung

Hilangnya mudik karena Corona

Pemudik yang baru tiba disemprot cairan disinfektan di tempat Screening pemudik GOR Tawangalun, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (22/5/2020). Sebanyak 73 pemudik asal Banyuwangi, diarahkan ketempat
Foto:

                                  *******

Sementara bila ingin melacak asal usul kata mudik sendiri, menurut pemaparan sejarawan JJ Rizal memang dari tradisi 'Betawi Melayu' yang berati amelakukan perjalanan ke arah selatan. 

"Dia pergi ke arah selatan terkait dengan balik arah dari arus besar sungai ciliwung. Jadi perlu patokan waktu untuk menentukan kata mudik yang banyak menafsirkan pada hulu dan hilir atau hilir dan mudik."

Uniknya lagi, 
kala itu  Rizal menyatakan mudik juga terkait dengan berjangkitnya penyakit di tanah Batavia atau Betawi. "Pada masa Hindia-Belanda kalau kata udik ini merupakan perpindahan dari kota Benteng Batavia akibat penyakit sehingga membuat penduduk saat itu pindah ke selatan. Jadi kalau orang Betawi bilang mudikin itu artinya ke selatan. Nah orang udik itu adalah orang di selatan," ujarnya.



Dia menjelaskan, proses migrasi pada masa itu menurut orang Betawi adalah pergi ke arah selatan. Sebab, dulu para pekerja budak, pembantu, atau orang berasal dari kampung jika masuk ke wilayah  Batavia mereka menyebutnya masuk kota.

Mereka berangkat dari kota itu menyebutnya ngetanen. Sedangkan, balik disebut dengan mudikin. "Jadi balik ke udik karena mereka orang udik,"kata sejarawan dari Penerbit Komunitas Bambu itu. 

JJ Rizal kemudian menambahkan, kata mudik kemudian menjadi dominan lantaran mereka rutin melakukannya tanpa batasan hari-hari tertentu.Ngetanen bisa disebut juga artinya dengan bekerja kembali (berladang atau bertani kembali: dari kata tani).

"Sehingga kapanpun mereka meninggalkan rumah tuannya di Batavia untuk kembali ke daerah kampungnya di selatan memiliki artinya mudikin,'' kisahya.

Kata udik itu sebenanrya berasal dari Betawi Melayu. Meski demikian, Rizal menerangkan, kata mudik sendiri juga diartikan atau asalkan oleh budaya lainnya seperti di Jawa dengan istilah Munduh Ditilik. "Itu hanya masalah utak-atik kata saja. Tapi itu lahir dari konsep pertumbuhan kota ketika ada urbanisasi,"ungkapnya.



Dia mengatakan, konsep mudik sendiri awalnya memang tidak melulu terkait dengan perayaan penting seperti Idul Fitri atau Lebaran. Jadi perkembangannya jika ada seorang pulang kampung itu artinya dia mudik. "Misalnya pembantu situ kemana?, Mudik. Jadi Tidak hanya lebaran tapi bisa kapan saja sebulan atau tiga bulan sekali. Jadi tidak hanya karena perayaan. Dia punya udik. Dia punya kampung. Udik tuh ya kampung," tuturnya.



Seiring perkembangan urbanisasi kata mudik sediri sudah tidak bermakna pergi ke kampung atau ke Selatan. Pemaknaan mudik saat ini bisa diartikan ke mana saja ke Utara, Barat, atau Timur.

"Karena kemudian Jakarta memang didatangi dari mana-mana. Jadi konsep yang orientasinya ke arah selatan karena balik lagi sama dengan arti awalnya. Karena proses urbanisasi itu mendatangkan orang dari segala macem arah,"ujarnya.

               

                                  *******

Dalam catatan kajian sosiologis dengan merujuk catatan statistik, fenomena menggila mudik dari Jakarta mulai terjadi pada tahun 1970-an. Pada zaman sebelumnya mudik dan urbanisasi memang ada, tapi jumlahnya tak terlalu besar. Mulai tahun 1970 atau pasca Orde Baru mulai terjadi pembangunan pabrik yang besar-besaran di seputaran tanah Betawi. Akibatnya, orang-orang udik aliar kaum urban berdangan secara masif membanjiri Jakarta.

Maka, mulai kala itu mudik semakin menjadi fenomena. Keriuhan di stasiun kereta api, bus, dan pangkalan angkutan segera terlihat. Orang berbondong-bondong mudik, terutama pada 10 hari terakhir menjelang lebaran. Lazimnya setelah pulang ke udik, mereka ketika balik ke kota atau 'ngetanen' membawa sanak keluarga. Akhirnya setelah arus mudik, juga terjadi arus balik atau'negtanen'  tak kalah dahsyat. Proses ini terjadi sepenjang tahun dan semakin menggila di kala lebaran.

Jadi bila hari-hari ini 'mudik' dan 'ngetanen' tak ada lagi gegara Corona, maka diharap maklum. Bagi anda yang berkeras mudik atau terpaksa 'pulang kampung' karena sesuatu hal maka siap-siap tidak berlebaran di kampung secara normal. Anda tak bisa ke mana-mana pada perayaan lebaran kali ini. Anda laksana jadi orang tahanan yang terpenjara di kampung sendiri!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement