REPUBLIKA.CO.ID, Hidup pemilik nama asli Joseph Figlioli ini berubah sejak sembilan tahun lalu. Dengan penuh keyakinan nurani, dia mengucapkan dua kalimat syahadat, tanda resmi sebagai seorang Muslim. Joseph menyatakan keputusannya itu diambil tidak dengan paksaan atau bujukan siapa pun.
“Saya kembali menuju kebenaran pada 2011, pada waktu usia saya 16 tahun. Ketika saya memberi tahu kepada orang-orang tentang hal ini, mereka berpikir, pasti ada orang yang sudah memaksa saya untuk memeluk Islam. Namun, alhumdulilah, yang terjadi adalah itu pilihan saya,” kata Joseph Figlioli, seperti dilansir Guidance Mag.
Joseph yang berasal dari Michigan, Amerika Serikat (AS), ini tumbuh besar di lingkungan keluarga yang taat beragama. Ketertarikannya pada Islam bermula sejak dia mempertanyakan agama yang dianut sebelumnya.
Ketika beranjak remaja, Joseph yang memiliki hobi memotret arsitektur dan naik sepeda ini mulai mempertanyakan kehidupan, arti keberadaannya di dunia, dan cara untuk lebih dekat dengan Tuhan. Dia mulai mencari jawaban terkait hal ini: mengapa orang beribadah dan menyembah insan yang dianggap Tuhan?
Kemudian, saat mempelajari sejarah di sekolahnya, Joseph mulai menemukan adanya berbagai agama yang tersebar di dunia. Agama-agama lain yang dipelajarinya ternyata tidak menjawab pertanyaannya. Islam lah yang mencuri perhatiannya dengan berbagai kewajiban yang harus dijalankan seperti sholat lima kali sehari, berpuasa, berzakat, berhaji, dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Meski mulai mempelajari Islam, Joseph masih tetap pergi ke gereja.
Islam yang dia pelajari berbeda dengan yang selama ini didengarnya dalam pemberitaan. Di media-media, Islam sering kali ditampilkan secara negatif. Joseph bersyukur dia kemudian bertemu dengan seorang teman Muslim yang membantunya untuk mengenal Islam lebih jauh. Kini, teman yang Muslim itu menjadi seorang sahabat terbaiknya. Selama berteman, karakter yang diperlihatkan sang kawan kepada Joseph adalah karakter yang penuh dengan cinta kepada Allah SWT.
"Saya ingin menjadi seperti itu, jadi saya mempelajari Islam dan jatuh cinta kepadanya. Islam juga menjawab semua pertanyaan yang saya miliki mengenai Tuhan. Setelah itu, saya akhirnya memutuskan untuk bersyahadat," ujar Joseph dalam video yang diunggah di akun Youtube TEDx Talks. Kini, semua orang melihat Joseph yang memiliki nama Yusuf lebih sering mengenakan jubah dan kufi (peci bulat).
Pakaian yang dikenakannya menjadi identitas untuk menunjukkan bahwa dia seorang Muslim. Namun, bagi setiap Muslim sebenarnya mengenakan pakaian sepertinya merupakan sebuah pilihan. Tak banyak di AS Muslim yang mengenakan jubah dan kufi. Hanya ketika sholat Jumat atau sholat saat hari raya banyak Muslim yang mengenakannya.
Bagi Joseph, mengekspresikan identitas melalui pakaian mengajarkan dia untuk tetap ingat bahwa di mana pun dan kapan pun Allah selalu memperhatikannya. "Pakaian ini juga membuat saya nyaman karena ketika bangun pagi saya hanya mengenakan jubah kemudian kufi tanpa harus menata rambut," kata dia.
Setelah memeluk Islam, ada ketakutan dalam diri Joseph untuk memberi tahu orang tuanya. Karena itulah, dia sempat menyembunyikan identitasnya sebagai Muslim dari keluarganya. "Setelah dua tahun menjadi Muslim, saya akhirnya memberi tahu keluarga saya. Ibu saya sangat tidak senang. Dia mengira saya menjadi Muslim karena ada paksaan dari luar. Sulit untuk menjelaskan kepadanya alasan saya yang sesungguhnya. Karena apa pun yang saya sampaikan, dia tidak akan setuju dengan saya," kata Joseph.
Memiliki keluarga yang berbeda agama memang menjadi tantangan tersendiri. Kebiasaan Joseph sebagai Muslim tentu berbeda dengan keluarganya kini. Ketika Joseph menghadiri pesta pernikahan sepupunya, misalnya. Ia dihadapkan pada adat atau kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol di acara pernikahan. Meski tahu Joseph seorang Muslim, ada saja anggota keluarganya yang mengajaknya untuk minum minuman beralkohol.
Namun, Joseph tetap menolak ajakan mereka meski terus dipaksa. Sempat Joseph akan luluh pada paksaan mereka, tetapi hal itu tidak sampai terjadi. Dia telah berjanji kepada dirinya sendiri sebagai seorang Muslim untuk tidak mengonsumsi minuman beralkohol. "Saya tidak bisa melakukannya karena Allah melihatnya. Saya membuat perjanjian dengan diri saya sendiri sejak awal hidup baru saya bahwa saya tidak akan minum alkohol. Meski, keluarga mengatakan kepada saya Allah SWT akan memaafkan saya," kata dia.
Joseph tetap bersyukur, di tengah respons keluarganya yang kurang mendukung, dia bertemu dengan komunitas Muslim yang beraneka ragam. Baginya, mereka sangat terbuka terutama kepada mualaf seperti dirinya. Beberapa komunitas Muslim yang dia ketahui berada di masjid Bengali, masjid Pakistan, dan masjid Arab. Namun, karena Joseph merupakan orang kulit putih, ketika mendatangi masjid tersebut, sering kali dia mendapatkan tatapan aneh dari orang sekitar.
Banyak orang yang berpapasan dengannya mengira Joseph tersesat atau salah arah jalan. Bahkan, tak sedikit jamah masjid di depan gerbang menunjukkan arah jalan keluar kepadanya. Begitu juga ketika dia telah berada di dalam masjid. Beberapa orang memperhatikannya secara terang-terangan dengan pandangan mata langsung mengarah ke wajahnya.
Dia berharap pandangan mata mereka menuju ke arah lain, tetapi nyatanya mereka benar-benar melihat tajam ke arahnya. Meski mendapat perlakuan seperti itu, dia merasa baik-baik saja. Sebisa mungkin Joseph menerima kondisi seperti itu.
Islam memiliki komuitas yang sangat besar. Komunitas yang didatangi olehnya memang belum terbiasa dengan kehadirannya. Tidak banyak orang berkulit putih di komunitas Muslim di Wayne.
Mereka memang belum mengenal Joseph, baik sebagai pribadi maupun sebagai orang yang baru memeluk Islam. Ketika itu, dia masih dianggap sebagai orang luar. Namun, Joseph berkata bahwa dia sama seperti jamaah lain yang datang untuk beribadah kepada Tuhan yang sama dan kemudian pulang kembali ke keluarga masing-masing.