REPUBLIKA.CO.ID, Pemilik nama asli Lasmaria Permatasari Silaban, berbagi kisahnya berjuang baku menemukan jalan hidayah. Kini, setelah menjadi mualaf, dia mengganti namanya menjadi Siti Aminah Silaban.
Islam bagi Lasmaria memiliki makna yang berbeda. Agama tersebut merupakan inspirasi yang selalu menumbuhkan semangat untuk menjalani kehidupan. Perjalanan hidupnya menuju Islam penuh dengan tantangan, terutama dari teman dan keluarga. Untuk memeluk Islam, banyak hal telah dilakukannya, terutama mempelajari berbagai agama.
"Saya sempat juga membandingkan agama antara Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Buddha. Setelah mempelajari perbandingan agama, merasa agama Islam berbeda, saya lebih nyaman, lebih tenteram, dan damai," kata dia dalam kanal Youtube @AnnabaTV yang diunggah Pondok Pesantren Annaba, tempatnya menimba ilmu Islam.
Perjalanannya memeluk Islam justru dimulai ketika adanya konflik dalam keluarga. Setelah lulus SMA, ada perbedaan pendapat terkait pendidikan selanjutnya yang akan ditempuhnya.
Keluarganya berharap Lasma menjadi bidan atau guru, sedangkan dia sendiri ingin menjadi desainer atau perias. Karena tak ada titik temu, pamannya kemudian meminta ia pergi merantau mencari pekerjaan ke Pekanbaru.
Setiba di Pekanbaru, ia mendapat pekerjaan dan mendapat sahabat wanita Muslim. Yunda namanya. Dari Yunda, Lasma kembali ingin mendalami agama Islam, bagaimana mengucapkan syahadat dan apa saja kewajiban menjadi Muslim. Dia pun menjelaskannya, tetapi tidak berani membantunya memeluk Islam karena takut dengan keluarga. Padahal, ia telah berkeyakinan kuat untuk memeluk Islam, tetapi karena kekhawatiran keluarga tak ada yang membantu.
Meski belum memeluk Islam, Lasma telah mengenakan jilbab. Ia belajar sholat dengan melihat sahabatnya dan merasakan kedamaian dalam sholat. Setelah dua tahun berada di Pekanbaru, keluarganya meminta ia pulang karena mereka mengetahui ia ingin memeluk Islam.
"Dengan alasan paman saya sakit, sedari kecil hingga tamat sekolah memang saya tinggal dengan paman saya. Jadi, saya khawatir. Ternyata, saat sampai di rumah, paman saya tidak sakit. Saya diminta pulang karena saya ingin memeluk Islam," ujar Lasmaria.
Mereka takut jika Lasmaria benar-benar memeluk Islam. Tak lama setelah pulang, ia pun diminta keluarga untuk menikah dengan harapan Lasmaria tak lagi berkeinginan memeluk Islam.
Keluarganya mencoba mengenal kan banyak lelaki, tetapi tak ada satu pun yang cocok karena ia ingin me miliki seorang suami Muslim. Enam bu lan ia berada di kampung halaman, ada seorang lelaki yang datang ke rumahnya dan berkenalan. Ia seorang Muslim.
Namun, karena berbeda agama, keluarganya tidak menyetujuinya. Setelah perkenalan itu, Lasmaria dipaksa pulang ke rumah kedua orang tuanya. Keyakinannya memeluk Islam makin kuat. Ia berusaha menemukan cara memeluk Islam. Ia ingin pergi dari rumah.
"Saya meminta izin kem bali ke Pekanbaru untuk bekerja, tetapi niat saya yang utama adalah untuk me meluk Islam," katanya. Keluarganya mengetahui niat tersebut. Ayahnya menegaskan, Lasmaria harus kuat dengan keyakinannya jika ingin memeluk Islam, jangan sampai kembali ke agama yang lama. Namun, pertentangan datang dari ibunda dan adik-adiknya.
"Ibu saya meminta saya membuat surat perjanjian bahwa saya telah meninggal jika saya benar-benar memeluk Islam," katanya bercerita sambil tersedu-sedu. Diakui olehnya, ibunya memang tak kuat menanggung malu jika ada salah seorang anggota keluarganya yang goyah keimanannya.
Jika ada yang memeluk agama lain, keluarga tersebut akan diasingkan. Lasmaria sangat mengasihi ibunya. Namun, di sisi lain, ia ingin mencari tahu kebenaran karena ia tidak ingin kekal di neraka. Setelah itu, keluarga masih belum menyerah. Ia dimandikan dengan air rebusan hewan yang haram dan diminta meminum segelas air putih yang dibawa dari dukun.
"Ketika saya minum, saya muntah darah, tetapi saya kuat. Seberat apa pun cobaan, saya ingin masuk Islam," katanya. Lasmaria kemudian menyetujui untuk membuat perjanjian yang menyatakan dirinya sudah meninggal dan keluar dari rumahnya. Setelah itu, ia menghubungi laki-laki yang dahulu berniat melamarnya.
Lasma dibantu tinggal di tempat sebuah keluarga Muslim, sahabatnya. Mereka pun membantunya untuk memeluk Islam. Ia pun meminta dibuatkan sertifikat yang membuktikan ia menjadi Muslim. Mei 2016 adalah kali pertama ia mengucapkan syahadat. Ada perasaan senang yang tidak dapat tergambarkan saat memeluk Islam. Ujian dan kesedihan pun seketika sirna.
Dia kemudian berusaha mendekatkan diri kepada Allah, memiliki orang Muslim yang baik sebagai teman dekat. Tak lama se telah bersyahadat, ia pun memutuskan menikah dengan laki-laki yang sebelumnya melamarnya. Ia pun berkunjung kepada guru dan teman-temannya yang dahulu meragukan keyakinannya.
Tak ada dendam. Justru ia ingin membuktikan bahwa ia memang benar-benar ingin menjadi Muslim yang baik. Mereka pun menyambut dengan bahagia atas kabar gembira tersebut. Awalnya mereka tidak mengenalinya. Namun, setelah dijelaskan, mereka yakin bahwa ia adalah teman sekolah yang dahulu susah payah mempelajari Islam
Setelah memeluk Islam, Lasmaria Permatasari Silaban pun berdoa untuk mendapatkan kemudahan dalam menjalani segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Satu pekan setelah memeluk Islam, ia belajar sholat dan telah fasih dalam membaca bacaan sholat.
Dua pekan kemudian, ia pun bisa membaca Alquran. Meski saat itu hanya suami yang menjadi gurunya, ia tetap merasa membutuhkan guru untuk membimbingnya, terutama cara agar keluarganya terbuka dengan keputusannya.
Ia pun belajar di Pondok Pesantren Mualaf Annaba Center Indonesia, Tangerang Selatan. Ia belajar karena ingin berdakwah di keluarganya. Islam mengajarkannya untuk tetap berbuat baik kepada orang tua meski berbeda agama. Ia pun memutuskan untuk mengunjunginya.
Orang tuanya mengizinkan bertemu, tetapi dengan syarat harus menyembelih hewan haram untuk makanan orang sekampungnya. Syarat tersebut tentu ditolak keduanya meski memiliki keinginan kuat untuk bersilaturahim. Hingga saat ini ia hanya berdoa agar kelurganya mendapatkan hidayah dan ia dapat bertemu kembali dengan keluarganya.