REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Grand Syekh Al Azhar Mesir Prof Ahmad Muhammad At-Thoyyib menyerukan persatuan seluruh umat manusia dalam menghadapi penyebaran virus corona jenis baru (Covid-19).
Beliau juga mengimbau agar seluruh elemen untuk mengevaluasi diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melalui streaming di Channel Youtube hasil kolaborasi Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) bekerja sama dengan Komite Tinggi Persaudaraan Kemanusiaan menggelar Doa Bersama Untuk Kemanusiaan pada Kamis (14/5), beliau menyampaikan seruannya untuk seluruh elemen masyarakat di dunia.
Beliau juga mengajak masyarakat untuk selalu bertafakur dan menjaga persatuan. “Kami mengajak kembali (seluruh manusia) untuk mengintrospeksi hubungan kita dengan Allah (Tuhan). Kita teguhkan persatuan, apapun pandangan, latar belakang, dan agama kita,” kata beliau.
Pihaknya juga menjelaskan, bagi umat Muslim yang menghadapi Ramadhan kali ini tentu berbeda jika dibandingkan dengan Ramadhan sebelum-sebelumnya. Wabah Covid-19 yang menyerang sedikit banyak mengubah banyak hal. Seperti rasa takut yang tadinya berwujud sesuatu seperti senjata, kini berubah menjadi musuh yang tak terlihat.
Terlebih bagi masyarakat di Timur Tengah, kata dia, yang masih berkecamuk dengan perang. Peperangan yang masih berkecamuk harus dibayar mahal dengan mengorbankan darah, hancurnya rumah-rumah, sabotase, dan kerusakan di mana-mana.
Seiring berjalannya waktu, wabah Covid-19 pun melanda. Beliau menyebut bahwa wabah Covid-19 yang melanda dan menyerang umat manusia telah menebar ketakutan, kecemasan, kerisauan yang lintas-batas. Dunia hari ini, kata beliau, nyaris tidak takut oleh senjata nuklir ataupun pemusnah masal.
“Rasa takut itu berganti menjadi rasa takut akan kehilangan rasa aman, ketenangan diri, kenyamanan, dan rasa aman. Ini disebabkan adanya ancaman virus yang menakutkan,” lanjutnya.
Beliau pun menjelaskan, merebaknya wabah Covid-19 yang cepat dan dahsyat itu membuat masyarakat global berspekulasi dan menganalisa mengenai sebab-musabab hadirnya virus tersebut. Ada yang menyebut, beliau menjabarkan, wabah Covid-19 berasal dari eksperimen percobaan penelitian di laboratorium yang kemudian berada di luar kendali dan kontrol pengetahuan para peneliti dan ilmuwan.
Sumber dari pengetahuan yang sangat terbatas ini pun, menurut beliau, belum dapat dikuatkan alasannya secara pasti. Di sisi lain, pihaknya menyayangkan adanya pendapat segelintir umat yang yang menyebut bahwa wabah Covid-19 merupakan kiriman hukuman dari Allah SWT.
“Pernyataan ini salah dantidak dapat diterima,” kata beliau.
Sebab jika melihat sifat penyebaran wabah Covid-19 yang tak memandang keimanan dan agama seseorang, lanjutnya, wabah ini bukan berarti hukuman. Hal itu sebagaimana yang terjadi kepada umat Muslim di zaman Khalifah Umar bin Khattab.
“Ketika masa itu datang wabah thaun dan amwas, banyak para sahabat yang gugur karenanya. Tapi ini bukan berarti mereka dihukum Allah,” ujarnya.
Untuk itu beliau mengingatkan kepada seluruh pihak untuk menyadari bahwa sejatinya, wabah Covid-19 merupakan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Sebagaimana Allah menurunkan kejadian bencana alam sebagai bagian dari sebuah peringatan.
Beliau pun mengajak seluruh masyarakat untuk kembali mengintrospeksi hubungan diri dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia itu sendiri. “Mari kita selesaikan wabah Covid-19 ini dengan pendekatan persatuan. Bukan dengan militer, ekonomi, apalagi kesukuan,” ujar dia.
Duta Besar Indonesia untuk Mesir, Helmy Fauzy, mengajak seluruh masyarakat mengambil hikmah atas terjadinya pandemi. Dia mengajak masyarakat untuk menjadikan wabah Covid-19 sebagai momentum kebersamaan dan evaluasi diri.
“Kita tetap saling berbagi, membantu, dan memperkuat nilai kemanusiaan untuk hadapi pandemi,” ujarnya.