Sabtu 09 May 2020 12:06 WIB

Deklarasi Zagreb Ungkap Ambiguitas Terhadap Muslim Albania

Kasus Albania akan diawasi lebih ketat.

Rep: Ali Mansur/ Red: Muhammad Hafil
Deklarasi Zagreb Ungkap Ambiguitas Terhadap Muslim Albania. FOto ilustrasi: Muslim Albania melaksanakan shalat Idul Fitri di Kota Tirana.
Foto: Reuters/Arben Celi
Deklarasi Zagreb Ungkap Ambiguitas Terhadap Muslim Albania. FOto ilustrasi: Muslim Albania melaksanakan shalat Idul Fitri di Kota Tirana.

REPUBLIKA.CO.ID,  ZAGREB -- Pada tanggal 6 Mei lalu, ketua Komisi Ursula von der Leyen  menegaskan negara-negara Balkan Barat termasuk dalam Uni Eropa (UE). Namun, dia tidak memberikan indikasi kapan mereka bisa menjadi negara anggota. Atau benar-benar masuk ke blok tersebut.

Dilansir dari Thefocus, Albania, seperti halnya Turki, Eropa menghadapi momen menentukan lainnya. Pada bulan Maret, UE mampu mengatasi veto dari Perancis dan beberapa negara Nordik pada pembukaan pembicaraan aksesi dengan Albania dan Makedonia Utara.

Baca Juga

Namun, Deklarasi Zagreb yang digelar pada 6 Mei, hasil KTT virtual Uni Eropa dengan para pemimpin Balkan Barat tidak menyebutkan perluasan UE. Uni Eropa, termasuk Ms von der Leyen. menghindari pesan yang jelas bahwa mereka akan menerima Albania dan negara-negara Balkan Barat lainnya sebagai anggota suatu hari nanti.

Keenam negara Balkan, yaitu Albania, Bosnia dan Herzegovina, Kosovo, Montenegro, Makedonia Utara dan Serbia berada pada tahap yang berbeda dari jalur nyata atau aspirasi untuk keanggotaan UE. Namun, kasus Albania akan diawasi lebih ketat daripada lima lainnya.

Beberapa bulan yang lalu para pemimpin Eropa berusaha menunjukkan bahwa mereka menyambut aspirasi keanggotaan Albania mayoritas Muslim. Pada saat itu tampaknya blok Eropa bertekad untuk mencegah Albania menjadi Turki lain. Pada awal Februari, Presiden Parlemen Eropa David Sassoli berada di ibu kota Albania, Tirana, menyatakan, "Tidak ada Rencana B untuk Albania," tegasnya, dikutip dari Thefocus, Sabtu (9/5).

Pengaruh Lingkungan

Setelah lebih dari setengah abad bercita-cita untuk menjadi anggota UE, Turki telah keluar dari lingkup pengaruh Eropa dan menyalahkan Brussels karena menyesatkannya. Sekarang, pada masalah-masalah seperti Suriah, Libya, migrasi dan pengungsi, Ankara bisa dibilang memberikan kendali besar atas nasib Eropa.

Sebagian besar, itu kebal terhadap permintaan dari para pemimpin Eropa untuk perlakuan yang baik. Mungkin karena merasa dirugikan Uni Eropa tidak pernah memperingatkannya tentang kesia-siaan negara Muslim yang mencoba menjadi Eropa.

Inilah tepatnya hasil yang ingin dihindari Uni Eropa dengan Albania. Ia tidak ingin persepsi tumbuh bahwa negara mayoritas Muslim lainnya tidak disukai dalam keluarga bangsa-bangsa Eropa. Albania, seperti Turki yang memiliki 57 anggota Organisasi Kerjasama Islam.  Sehingga Uni Eropa akan melangkah dengan hati-hati, tetapi strateginya tetap tidak jelas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement