Rabu 29 Apr 2020 18:56 WIB

Melayu Muslim di Sri Lanka yang Perlahan Hilang

Penutur bahasa melayu Sri Lanka mulai berkurang.

Rep: Febryan A./ Red: Ani Nursalikah
Melayu Muslim di Sri Lanka yang Perlahan Hilang. Masjid Jamiul Alfar Kolombo, Sri Lanka.
Foto: flickr.com
Melayu Muslim di Sri Lanka yang Perlahan Hilang. Masjid Jamiul Alfar Kolombo, Sri Lanka.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Beragam komunitas Muslim di Sri Lanka kini hidup di bawah ancaman seiring meningkatnya nasionalisme Buddha. Dampaknya tak hanya memperburuk soal imigrasi, tapi juga meningkatkan kemiskinan, hilangnya penutur bahasa dan budaya mereka yang unik.

Salah satu komunitas Muslim itu adalah orang Melayu. Mereka, para pelaut dan pedagang Melayu, mendatangi kawasan di selatan India itu pada abad ke-6 Masehi.

Baca Juga

Jumlah orang Melayu di Sri Lanka kini hanya tersisa 40 ribu orang. Hanya 0,5 persen dari total populasi. Kendati demikian, nenek-kakek mereka banyak membangun masjid di sana pada masa kolonial, termasuk masjid di pusat di ibu kota negara, Kolombo.

Adapun permukiman Melayu tertua di sana adalah Hambantota. Nama itu berasal dari kata Melayu "sampans," yang berarti perahu.

Tapi, saat ini pelabuhan dan pasar perikanan di sana telah menjadi daerah terpencil nan sunyi, dikelilingi oleh sawah dan proyek pembangunan kota yang belum rampung. Mengutip Al Arabiya, Rabu (29/4), merosotnya perekonomian Melayu di Hambantota tak terlepas dari pembangunan pelabuhan besar yang didukung China. Akibatnya, lanskap kota itu berubah, seperti tergusurnya rumah penduduk dan kawasan perikanan. 

Di tempat lain, penduduk di dusun-dusun nelayan Melayu kerap berselisih dengan kuil-kuil Buddha di dekatnya. Musababnya adalah soal kepemilikan tanah.

Kepunahan mereka juga diikuti mulai berkurangnya penutur bahasa Melayu Sri Lanka. “Tidak lagi diajarkan di sekolah, dan orang Melayu yang lebih muda tidak lagi menggunakannya,” kata Zameer Careem, seorang sejarawan dan aktivis Melayu dari Kolombo.

Penutur juga semakin kurang lantaran mereka yang menikah dengan komunitas lain cenderung meninggalkan budayanya. Mereka juga kehilangan identitas kulturalnya. Praktik Islam yang biasanya dalam bentuk sinkretis, kini telah digantikan dengan pendekatan yang lebih ortodoks.

"Orang Melayu pertama di Sri Lanka adalah penganut Buddha, tetapi mereka akhirnya berasimilasi dengan koloni Melayu Muslim di kemudian hari," kata Careem.

Walhasil, agama mereka mengandung unsur-unsur Hindu dan Budha sebagaimana juga tampak di penduduk Indonesia. "Secara tradisional, orang Melayu berdoa dengan tangan tertutup, dan mereka menolak mengenakan kulit karena mereka memuliakan sapi. Namun, hari ini ada lebih banyak perdebatan tentang apa artinya menjadi seorang Muslim. Banyak yang memberi anak-anak mereka nama Muslim alih-alih nama tradisional Melayu," kata Careem.

Komunitas mini bernama Melayu Sri Lanka itu bisa saja lenyap dari peradaban di Sri Lanka. Careem pun mengkhawatirkan hal itu.

"Kita perlu melibatkan anak muda Melayu untuk memahami kebanggaan mendatangi pulau ini dan melayani negara. Inilah cara kami mempertahankan bahasa dan budaya kami,” kata Careem.

Orang Melayu pertama di Hambantota datang pada abad keenam. Mereka adalah pedagang nomaden atau pengelana laut. 

"Kemudian, mereka datang ke pulau itu sebagai kepala militer yang melayani raja-raja Sri Lanka."

"Kemudian, di bawah pemerintahan kolonial Eropa, orang-orang Melayu memainkan peran penting dalam birokrasi kolonial dan menduduki posisi-posisi militer yang penting. Mereka dikenal sebagai sekelompok orang periang yang tidak terlalu religius. Mereka minum (alkohol) dan tidak berpuasa selama Ramadhan," kata Careem. 

Ketika pedagang Melayu menetap di Hambantota pada abad keenam, itu dikenal sebagai Magampura. Lokasi tersebut adalah pelabuhan utama kerajaan Buddha yang kaya yang menarik pedagang dari seberang Samudera Hindia.

Ketika perdagangan rempah-rempah tumbuh di bagian barat pulau itu, Inggris mengubah distrik Hambantota menjadi pos terdepan militer. Orang Melayu yang datang ke Sri Lanka dengan Inggris sebagai tentara dan tentara bayaran juga menetap di distrik itu, dan kemudian diberikan tanah untuk menanam padi dan memgolah garam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement