Sabtu 25 Apr 2020 04:49 WIB
Pandemi

Pandemi Dalam Alquran: Catatan Riset Dokter Hindia Belanda

Pandemi di dalam Alquran dalam catatan riset dokter masa Hindia Belabda

Suasana Batavia pada zaman Hindia Belanda ketika terjadinya pandemi flu spanyol pada tahun 1920.
Foto:

Beberapa Aturan Pemberantasan Epidemi Berdasarkan Syarat-syarat Agama Islam

Mengasingkan orang yang berpenyakit menular sering disebut dengan istilah karantina atau isolasi. Bila dikaitkan dengan kondisi sekarang istilah ini populer dengan sebutan lockdown.

Ternyata kajian adanya proses karantina ketika masa epidemi, menurut dr. Ahmad Ramali, sangat jelas diuraikan dalam Al-Quran. Dalam hukum Islam, tindakan isolasi itu merupakan suatu syarat yang harus dilakukan. Tindakan isolasi dilakukan sekaligus untuk melakukan pengawasan terhadap rumah dan lingkungan penderita penyakit menular.

Tidak saja pada kasus penyakit sampar atau pes namun juga penyakit lainnya yang memiliki tingkat penularan yang cepat sehingga membahayakan lingkungan masyarakat sekitarnya.

Namun, menurut dr. Ahmad Ramali, tindakan isolasi perlu memikirkan lebih lanjut terkait kebiasaan masyarakat, ekomnominya, keadaan keuangannya, keberatan-keberatan atas kebijakan itu, dan kontrol atau pengawasan terhadap wilayah isolasi. Pengawasan atau kontrol dilakukan sampai memastikan tidak adanya gejolak masyarakat atas kebijakan itu.

Tindakan ini dalam ilmu kesehatan termasuk dalam kategori perilaku kesehatan yang meliputi kebijakan negara terkait hal kesehatan masyarakat. Hal itu merupakan sebuah pertanggungjawaban seorang pemimpin di hadapan Tuhannya.

Koloniale geschiedenis. Indonesië (voorheen Nederlands-Indië): Chinese wijk met kali (rivier) in Batavia (Jakarta). Java, 1880-1910.

  • Keterangan foto: Sungai Ciliwung di sekitar pemukiman warga Tionghoa di Glodok, tahun 1880. Sungai ini sering dituding sebagai biang pandemi kolera di Batavia. (foto: Koleksi gahetna.nl)

Alih-alih soal penanganan wabah, dr. Ahmad Ramali kembali mencermati tentang ajaran agama Islam yang berkaitan dengan penyakit menular. Ia menjelaskan cara penanganan epidemi berdasarkan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori bahwa dari Abu Hurairah bahwa Rasul menjelaskan “barangsiapa yang mempunyai unta yang sakit (menular) janganlah dibiarkan unta itu minum bersama-sama dengan unta orang yang tidak sakit”. Tindakan ini merupakan isolasi untuk penderita penyakit menular. Demikian juga bila yang terjadi pada manusia.

Pada tahun 707 M, Khalifah Walid bin Abdul Malik, orang pertama yang mendirikan rumah sakit di Damaskus, membuat kebijakan isolasi bagi penderita kusta untuk mencegah penularan lebih luas. Semua peralatan bendawi yang digunakan oleh penderita dipisahkan dari orang-orang lain yang sehat.

Namun dalam kondisi diisolasi, semua kebutuhan hidup penderita kusta dan keluarganya dipenuhi oleh pemerintah. Demikian seperti yang dijelaskan dalam hadits lain yang masih riwayat Imam Bukhari bahwa “jangan biarkan yang sakit (menular) dibawa kepada yang sehat”.

Juga riwayat Imam Bukhari yang berbunyi: “Apabila kamu mendengar ada wabah pes di suatu negeri, maka janganlah kamu memasukinya, dan apabila (wabah itu) berjangkit sedangkan kamu berada di dalam negeri itu, janganlah kamu ke luar melarikan diri.”

Aturan itu pernah (segera) diikuti oleh Khalifah Umar bin Khatab ketika wilayah  Syam dilanda kekeringan, kelaparan, dan wabah penyakit.

Maka, menurut dr. Ahmad Ramali, tindakan isolasi di masa epidemi merupakan tanggungjawab pemerintah. Sementara, masyarakat mematuhi aturan itu untuk mewujudkan suasana tenang dan mempercepat wabah tertangani dengan baik.

                           ******

Catatan Akhir dari Pesan dr. Ahmad Ramali dalam Mensikapi Epidemi

Maka, menyimak catatan dr. Ahmad Ramali itu, menggambarkan bahwa penerapan kebijakan isolasi untuk menangani wabah atau epidemi telah dilakukan sejak turunnya agama Islam. Namun selama isolasi dilakukan ada simbiosis yang baik antara pemerintah dengan masyarakatnya.

Kebijakan isolasi tetap dengan memperhitungan kebutuhan masyarakat. Demikian juga masyarakat, dalam mematuhi aturan isolasi perlu mengkondisikan hati untuk tenang dan tidak panik selama epidemi melanda.

Namun sikap tenang hati itu, menurut dr. Ahmad Ramali adalah yang berdasarkan pada ajaran agama. Pelajaran agama dapat menguatkan iman, dan kondisi epidemi perlu disikapi dengan keimanan yang kuat selain ilmu pengetahuan yang benar. 

Akhirnya, adanya catatan dr Ahmad Ramali tersebut, tentunya sangat relevan dengan kondisi isolasi atau lockdown saat ini akibat covid-19. Korelasi keimanan masa wabah yang bukan epidemis lagi melainkan sudah pada tingkat pandemis, perlu terus ditingkatkan.

Terlebih, suasana ketenangan ini berada dalam satu masa yaitu Bulan Suci Ramadhan. Kala ini, di mana umat Muslim, perlu lebih meningkatkan kesabaran sambil tawakal dan penuh harap atas rahmat Allah agar kondisi pandemi civid-19 segera berakhir.

Maka tulisan ini yang mengacu dari Disertasi Dr. Med. Ahmad Ramali, 'Peraturan untuk Memelihara Kesehatan dalam Hukum Islam', yang diterbitkan  Balai Pustaka, pada 1956 perlu dperhatikan, direnungkan, dan dijadikan acuan hidup  di tengan pademi virus Corona yang asal China secara seksama.

Wallahu ‘alam

-----------------

*DR Imas Emalia, adalah dosen Sejarah Peradaban Islam pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menulis disertasi tentang Derajat Kesehatan Masyarakat di Kota Cirebon: Modernisasi Kota dan Kesehatan, 1906-1940. Alumini S3 Departemen Sejarah FIB UI, 2019.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement