REPUBLIKA.CO.ID, BEERSHEBA -- Di kota selatan Beersheba, Israel dua orang paramedis darurat sekitar 40 menit memasuki giliran kerja mereka pada Selasa sore (24/3). Tidak seperti biasa, sore itu terasa hening.
Sejak virus corona menjadi wabah banyak warga terjebak di rumah. Ambulans Israel biasanya merespons sekitar 6.000 panggilan per hari. Sejak krisis corona dimulai, rata-rata panggilan telepon mencapai 100 ribu per hari.
Namun sore itu tidak ada serangan panik, tidak ada orang lanjut usia yang kehabisan obat, dan tidak ada kecelakaan dapur yang melibatkan orang. Avraham Mintz dan Zoher Abu Jama adalah anggota Magen David Adom (MDA), layanan tanggap darurat Israel, yang bekerja bersama dua atau tiga hari sepekan
Sore itu, mereka memutuskan keluar dari ambulans mereka untuk beribadah. Avraham Mintz, seorang pria Yahudi dari Beersheba, membungkus dirinya dalam selendang doanya dan menghadap ke Yerusalem di utara.
Zoher Abu Jama, seorang pria Arab dari Rahat di dekatnya, menggelar sajadahnya dan berlutut menghadap ke Makkah di selatan. Kemudian seorang rekannya mengabadikan kegiatan mereka dan mempostingnya di media sosial. Alhasil, foto tersebut menjadi viral.
Despite Netanyahu, Arab and Jewish Israelis maintain a profound normalcy. Medics Avraham Mintz and Zoheir Abu Jana, yesterday in Beersheva. The image galvanized Israeli social media. What's the big deal? says Zoheir. This is our routine. We pray for each other, says Avraham: pic.twitter.com/rpU1rk89hn
— Yossi Klein Halevi (@YKleinHalevi) March 25, 2020
Ini mengilhami orang-orang di seluruh dunia, meskipun ada perbedaan budaya, untuk berdiri bersama dalam perang melawan virus corona. Banyak orang melihat foto itu sebagai contoh langka dari orang yang bekerja bersama untuk melawan Covid-19. Beberapa bahkan berharap kerja sama lintas agama seperti itu akan berlanjut di masa depan.
Warganet lain mengklaim pemandangan Muslim dan Yahudi bekerja dan beribadah bersama adalah hal umum di Israel. Apakah itu biasa atau jarang, lebih dari ini tidak bisa menjadi hal yang buruk. Corona tidak membeda-bedakan agama, ras, atau kebangsaan, dan keduanya juga seharusnya tidak.
Kedua pria itu mengatakan ibadah mereka yang bersamaan bukanlah hal yang baru. "Kami mencoba berdoa bersama, alih-alih masing-masing dari kami meluangkan waktu untuk dirinya sendiri, karena kami memiliki banyak situasi yang sedang kami hadapi sekarang," kata Mintz dilansir di Independent, Jumat (27/3).
Mintz mengatakan dia telah berdoa kepada Tuhan agar virus corona ini berakhir. "Aku berdoa agar Tuhan membiarkan saya melihat akhir wabah ini, akhir yang baik. Karena saya tahu itu adalah akhir yang baik. Dan saya berharap ada di sana," ujar dia.
Mintz, yang merupakan ayah dari sembilan anak dan berusia 42 tahun itu tinggal di kota Beersheba di Israel tengah. Menurutnya, fakta bahwa itu sangat sederhana membuatnya sangat kuat.
Hi. This happens all day every day here in Israel. Muslims and Jews (and Christians & Druze) work together here -- it daily life.https://t.co/EdGX27us77
— Shoshanna Keats Jaskoll (@skjask) March 27, 2020
"Saya percaya Zoher dan saya dan sebagian besar dunia memahami kita harus mengangkat kepala dan berdoa. Hanya itu yang tersisa," ujar dia.
Zoher mengatakan seluruh dunia berjuang melawan ini. Abu Jama berkata dia memikirkan ibunya yang sudah lanjut usia ketika dia berdoa, Dia lemah dan dia menjaga jarak darinya meskipun mereka hidup di bawah satu atap.
"Ini adalah penyakit yang tidak membedakan antara siapa pun, agama apa pun, jenis kelamin apa pun. Tapi Anda kesampingkan itu. Kami bekerja bersama, kita hidup bersama. Inilah hidup kita," ujar Abu Jama.
Saat berita dan aplikasi kami kewalahan dengan laporan meningkatnya jumlah kematian, sebuah foto muncul sebagai sedikit pengingat orang-orang baik bekerja sangat keras untuk memerangi krisis ini. Lima orang telah meninggal karena virus di Israel sejauh ini dan satu di Tepi Barat yang diduduki.