Kamis 26 Mar 2020 14:52 WIB
Perang Aceh

Kisah Perang Aceh (1)

Pertarungan di Masjid Kutaraja

Pasukan Morsase (Pasukan Khusus) Belanda sewaktu perang Aceh.
Foto:

Sehari kemudian, Benteng Kuta Meugat ini akhirnya dikuasai Belanda pada tanggal 9 April 1873. Benteng setinggi 3 meter ini ditinggalkan pejuang Aceh. Menurut Moh. Said, taktik pejuang Aceh cukup meyakinkan. Mereka bertahan seperlunya saja, tidak menumpahkan seluruh kekuatannya. Ketika musuh datang, mereka hadapi seperlunya. Jika musuh sudah mendekat dan jumlahnya terlalu banyak, mereka segera mundur dan dari tempatnya mereka menyerang musuh tanpa memberi kesempatan bahkan untuk sekedar mengupas pisang untuk makan.

Sehari kemudian, 10 April 1873, Pasukan Belanda mulai bergerak hendak mencapai tujuan yang mereka rencanakan: Istana Kesultanan Aceh. Sepanjang jalan mereka tak mengalami gangguan kecuali sabotase yang dilakukan pejuang Aceh, seperti perusakan jembatan. Melalui hal ini pun pasukan Belanda sudah terhambat. Mereka memperbaiki jembatan hingga berjam-jam lamanya.

Jelang tengah malam, barulah mereka menemukan sebuah benteng yang awalnya diduga sebagai ‘Kraton.’ Ternyata bangunan tersebut adalah sebuah masjid (saat ini di kenal sebagai masjid Baiturrahman). Lokasinya hanya 2 km dari pantai. namun pasukan Belanda menempuh waktu begitu lama karena sabotase pasukan Aceh.

Hasil gambar untuk perang aceh

Keterangan Gambar: Jendral JE Kohler tewas di bawah pohon Geulumpang yang tumbuh di depan Masjid Kutaraja.

Pasukan Belanda merangsek maju. Tak disangka, pasukan Aceh mempertahankan mati-matian Masjid ini seakan-akan Sultan ada di dalamnya. Pekik Laa-ilaaha-Illallah bergema saat peperangan. Masjid itu ditembaki dan kemudian diserbu dengan peluru api hingga terbakar. Terbakarnya dinding Masjid membuat pasukan Aceh mundur. Pasukan Belanda bersorak sorai, sambil memasuki Masjid. Di dalam Masjid, tak ada satu pun pejuang Aceh. Pasukan Belanda bersorak-sorai.

Sorak sorai ini tak lama segera bertukar menjadi suara desingan peluru. Pasukan Aceh menghujani mereka dengan tembakan. Nampaknya pengosongan masjid menjadi taktik pasukan Aceh untuk menjebak Kohler dan pasukannya. Dua setengah jam menghadapi serangan, kondisi Belanda dalam keadaan terjepit. Akhirnya Köhler memerintahkan pasukannya untuk mundur hari itu juga. Menurutnya, pasukannya terlalu letih untuk mempertahankan tempat itu.

Pasukan Aceh bersorak atas mundurnya Belanda. Pasukan Aceh bertempur dalam kumpulan kecil yang terpisah-pisah dan ada juga yang berkumpul dalam jumlah besar yang dipimpin uleebalang. Salah seorang pemimpin pasukan Aceh adalah T. Imum Lueng Bata.  Bagi pasukan Belanda, pekik pasukan Aceh terdengar menyeramkan terutama pada malam hari.

Pada 12 April Kohler mengirimkan surat kepada Niewunhuijzen yang menunggu di kapal Citadel van Antwerpen. Menurut Kohler, pada hari itu, mereka mengirimkan pasukan pengintai, namun hasilnya merugikan. 6 orang tewas dan 60 luka-luka diserang pasukan Aceh. Meski demikian, Kohler tetap bertekad maju. Tak ada jalan lain menuju ke Keraton (Dalam), kecuali dengan merebut Masjid. Dalam surat itu terbersit kegelisahan Kohler. Menurutnya,

“…besok (maksudnya tanggal 13 April) akan dilancarkan penyerbuan untuk menguasai masjid kembali. Kami (Belanda) dewasa ini dikelilingi oleh musuh (Aceh), yang terus menerus menghantam sehingga kami (Belanda) harus mengatasinya, tapi sekaligus menerbitkan suasana gelisah dikalangan pasukan.”

Hujan lebat menghalangi rencana penyerbuan pada 13 April. Maka pada 14 April 1873, serangan kembali dilakukan. Sejak pukul setengah enam pagi, pasukan sudah mulai berangkat. Pukul 7 Pagi mereka berhasil memasuki Masjid ditengah perlawanan pasukan Aceh. Pukul 8 pagi, Kohler sudah berada di dekat Masjid bersama kepala staf-nya. Ketika ia sedang memantau kondisi pasukannya lewat teropong, tiba-tiba peluru pejuang Aceh menembus dadanya. “O God, Ik ben getroffen! (ya Tuhan, aku kena!).” Tak butuh waktu lama, Kohler menemui ajalnya.

Kabar ini segera disampaikan kepada Kolonel Van Daalen yang berada di bivak (pantai). Secara garis komando, maka kepemimpinan diambil alih olehnya. Hari itu juga, kawat segera dikirimkan oleh Komisaris Niewunhuijzen kepada Gubernur Jenderal Loudon di Bogor. “Jenderal Kohler pagi ini tewas, perlawanan sengit, musuh gigih, dengan meriam besar keraton dipertahankan dengan luar biasa dari segala penjuru tantara kita diserang.”

Wakil Köhler, Van Daalen, tidak ditinggalkan rencana apa pun olehnya.Van Daalen mencoba maju menuju Kraton, namun situasi tidak menguntungkan. Pada 16 April, dua dari tiga batalyon menyerang ‘Kraton.’ Pasukan Aceh memukul mundur batalyon tersebut. Hasilnya seratus orang mati dan banyak yang terluka.

  • Monumen di Kutaraja untuk mengenang Jenderal J.H.R. Köhler dari KNIL, yang tewas pada ekspedisi pertama. Sumber foto: Koleksi digital KITLV.

Pasukan Belanda yang mencoba merangsek masuk ke gerbang Dalam diserang habis-habisan oleh pasukan Aceh. Begitu dahsyatnya sehingga dalam waktu setengah jam saja, diperkirakan 115 orang tewas bergelimpangan di depannya. Malam harinya Van Daalen melakukan sidang dewan perang di medan peperangan. Para kolonel umumnya berpendapat mereka harus mengundurkan diri.

Satu pertimbangan penting adalah adanya kekhawatiran terputusnya hubungan antara pasukan yang maju dan pasukan di pantai. Garis hubungan dengan bivak pantai yang hanya beberapa kilometer dari masjid, terancam oleh serangan pasukan Aceh yang menyerbu tanpa takut mati. Pasukan berbaju putih itu menyergap pada malam hari.

Di Kapal Citadel van Antwerpen, Nieuwenhuyzen merundingkan nasib ekspedisi tersebut. Komandan Angkatan Laut berpendapat, Angin Muson Barat telah tiba dengan turunnya hujan-hujan pertama, menjadikan perkemahan tergenang air. Hubungan kapal dengan darat tidak terjamin. Kalaupun ada bala bantuan dari Batavia, maka tak akan ada gunanya.

Pada 23 April 1873, hanya  kurang dari sebulan setelah Niuwenhuyzen mengultimatum Sultan Aceh, diberi kuasa untuk memerintahkan ekspedisi kembali ke Batavia.  Dua hari kemudian pasukan Belanda masuk ke kapal. Pada 29 April 1873, mereka membongkar sauh dan meninggalkan pantai Aceh. Dari 3 ribu pasukan, 4 orang perwira dan 52 orang bawahan tewas. 27 perwira dan 41 bawahan luka. 405 orang luka-luka. 23 diantaranya opsir. Dan yang terpenting, satu Panglima Militer Tertinggi tewas di tangan pasukan Aceh.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement