REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ihza Aulia Sururi Tanjung
Saat ini, seluruh dunia sedang digemparkan oleh ciptaan Tuhan yang berukuran sangat kecil, tetapi dapat menyebar dengan mudah dan menginfeksi ribuan manusia dalam tempo singkat. Penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, telah menyentuh angka kematian lebih dari 8 ribu orang.
Tidak hanya masyarakat biasa yang terjangkit, tetapi juga para petinggi negara, tokoh, ulama, bahkan para artis dan atlet menjadi sasaran Covid-19 (Coronavirus Disease) atau Corona.
Corona yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pandemi global, membuat instansi-instansi kesehatan dan pemerintah melakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya penyebaran wabah tersebut.
Begitu pula para ulama di seluruh dunia aktif mengambil peran. Bahkan di beberapa negara, lafazh azan yang berbunyi “Hayya 'alash sholah” (marilah mengerjakan shalat), telah diganti dengan “Shollu fi buyuutikum” (shalat-lah di rumah-rumah kalian). Tindakan tersebut, menunjukkan bahwa risiko besar sedang mengancam seluruh insan di muka bumi ini.
Lantas, apa hukum meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah di masjid dalam kondisi genting seperti ini ?
Konferensi Dewan Senior Ulama Al-Azhar baru-baru ini (15/3), membuahkan fatwa terhadap virus Corona. “Bahwa, boleh secara syar’i, meniadakan shalat Jumat dan shalat berjamaah dalam suatu negara, karena khawatir penyebaran virus Corona akan menghancurkan negeri dan masyarakat.”
Selain penyebaran yang cepat, terkadang orang yang terinfeksi Covid-19, tidak terlihat pada dirinya tanda-tanda penyakit tersebut. Sehingga, pandemi ini tersebar dan menular tak terkendali dan tanpa disadari.
Argumentasi (dalil) para Ulama Al-Azhar dalam menentukan fatwa ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Shohihain (Imam Bukhori dan Imam Muslim). Ketika turun hujan, Ibnu ‘Abbas meminta kepada muazinnya untuk mengganti lafazh "Hayya ’alash sholaah" menjadi "Sholluu fii buyutikum". Beliau beralasan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan hal yang sama, dan sikap ini diambil agar tidak menyusahkan mereka yang ingin melaksanakan shalat Jumat. (Bukhori: 850, Muslim: 699)
Hadis di atas, menunjukkan adanya perintah meninggalkan shalat berjamaah, karena adanya kesulitan yang disebabkan oleh turunnya hujan. Tidak diragukan lagi dengan adanya virus Corona, yang kesulitan dan risikonya jauh lebih besar dari turun hujan.
Para fuqoha juga berpendapat bahwa menjaga diri, harta atau keluarga merupakan uzur yang diperbolehkan untuk meninggalkan shalat Jumat atau shalat berjamaah, seperti yang disebutkan dalam hadis Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan Abu Daud (Abu Daud: 464)
Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya (Bukhori: 6812) melarang bagi seorang yang memiliki aroma tidak sedap untuk shalat di masjid. Lalu, Bagaimana dengan keadaan wabah Covid-19, yang mudah menyebar dan mematikan?
Maka, meniadakan shalat Jumat dan shalat berjamaah dalam keadaan darurat seperti ini diperbolehkan. Keringanan meninggalkan shalat Jumat pun bisa diganti dengan empat rakaat shalat Zuhur di rumah atau di tempat yang tidak ramai.
Dewan Senior Ulama Al-Azhar mengingatkan kembali di akhir penjelasannya, agar shalat berjamaah dengan keluarga/orang yang tinggal serumah dengan kita. Tidak lupa untuk selalu memantau berita dan langkah-langkah pencegahan dari instansi terpercaya.
Marilah bersama menjaga kebersihan diri dan shalat berjamaah dengan kerendahan hati kepada Allah SWT. Lalu berdoa dan memperbanyak amal saleh. Semoga Allah mengangkat bala ini, dan menjaga kita semua dari wabah dan berbagai penyakit.
Wallahu a’lam bish-showaab.