REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Kegiatan peringatan Hari Lahir (Harlah) Nahdlatul Ulama (NU) ke-94 dari Masjid Gedhe Kauman ke Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta didasarkan pada berbagai pertimbangan.
Salah satunya yakni menjaga kemaslahatan dan kondusivitas Kota Yogyakarta sebagai city of tolerance. Hal ini dikatakan Ketua Tanfidziyah Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Yogyakarta, Yazid Afandi, menyikapi penolakan dari masyarakat Kauman untuk digelarnya acara tersebut di Masjid Gedhe Kauman. Acara ini digelar pada 5 Maret setelah shalat Isya.
Yazid mengatakan, kegiatan ini digelar sebagai sarana untuk menjalin silaturahim bersama seluruh masyarakat Kota Yogyakarta. Tema yang diangkat pun yakni 'Dhahar Kembul Nasi Lingkung'.
"Dhahar Kembul itu makan bersama-sama dan Nasi Lingkung ini simbol persaudaraan yang ingin kami bangun sejak awal. Jadi PCNU itu dengan setting Dhahar Kembul itu ingin persaudaraan di kota ini terwujud," kata Yazid kepada Republika.co.id, Rabu (4/03).
Dia mengakui pemindahan tempat ini sangat berat untuk dilakukan pihaknya. Terlebih, digelarnya kegiatan ini di Masjid Gedhe Kauman sudah mendapat izin dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat selaku pemilik masjid.
"Tapi demi keamanan, kenyaman, dan keharmonisan masyarakat, PCNU memandang lebih ashlah jika lokasi tersebut digeser ke tempat lain. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang telah sangat baik menerima dan menempatkan kami dalam posisi yang terhormat," ujarnya.