REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, Kehidupannya berubah saat dia aktif berinteraksi dengan mahasiswa Muslim asal Somalia di Universitas Waikato. Ketika mendapatkan gambaran tentang Islam pertama kali, dia menilai agama ini rumit.
Apalagi masa kecil dilalui Denver Nicholson (45 tahun) tanpa belajar agama. Meski keluarganya menganut Kristen, dia tidak menganggap agama itu sebagai hal mendasar dalam kehidupan. Bahkan, saya tak pernah ke gereja sekalipun, ujar Nicholson saat diwawancarai Republika.co.id, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Nicholson merasakan Islam banyak peraturan di dalamnya. Menjadi Muslim hanya membuat dirinya semakin terbatas, tidak bisa mengonsumsi minuman keras, dan jauh dari pergaulan bebas.
Namun, mahasiswa Muslim di sekitarnya tak berhenti memberikan nasihat dan wawasan tentang Islam. Memang ada pembatasan seperti yang diutarakan Nocholson, tapi itu untuk menjaga keberlangsungan hidup.
Larangan minuman keras, misalkan, dimaksudkan agar kehidupan selalu berada dalam keadaan sadar dan terkontrol, tidak mengganggu ketertiban, dan menghargai anugerah kehidupan yang diberikan Allah.
Pria hanya boleh mendekati wanita yang sudah halal baginya dengan maksud menjaga etika. Ada pertanggungjawaban di balik akad nikah. Bahwa pergaulan tidak semata-mata soal hubungan intim.
Tak hanya itu, dia terpikat dengan sirah nabawiyah yang sangat inspiratif. Nabi Muhammad adalah sosok penyabar meski dihujani caci maki, fitnah, dan peperangan. Semua itu tak membuatnya patah semangat untuk menyebarkan Islam. “Agama yang saya pikir sangat puritan ternyata maju dalam peradabannya. Ini menginspirasi saya,” tutur dia.
Setelah berdiskusi panjang bersama temannya, dia memutuskan untuk memeluk Islam. Pada 1995 dia mengucapkan syahadat disaksikan sahabat di rumahnya. Syahadat yang kedua diutarakannya di Masjid Hamilton. Namanya berganti menjadi Shadiq yang artinya orang jujur.
"Saya memiliki nama Muslim, Shadiq, tetapi tidak ingin mengubah nama resmi saya karena terlalu mahal biayanya. Jadi, nama Muslim saya hanya digunakan sebagai panggilan," ujarnya sambil berkelakar.
Nicholson mempelajari Islam secara mandiri karena di Hamilton tidak ada sekolah Islam. Dia hanya mendapatkan pengalaman belajar shalat dan membaca Alquran dari teman Muslimnya, Mustafa.
Nicholson banyak membaca buku tentang Islam tentang shalat, doa, dan Alquran. Bapak dua anak ini juga mempelajari bahasa Arab untuk membuka khazanah keilmuan dalam Islam. Setelah menjadi mualaf dan bergabung dengan komunitas Islam, dia mendapatkan beasiswa kursus Imam di Malaysia selama tiga bulan.
Banyak hal yang dipelajari selama itu tentang Islam. Bekal yang didapat dimanfaatkannya untuk berdakwah di negeri asalnya. Lulus kuliah, dua tahun setelah menjadi mualaf, dia memutuskan menikah dengan seorang wanita india asal Fuji. Hanya berkenalan selama dua pekan, dia memutuskan untuk menikah.
Kini dia memiliki dua anak, laki-laki berusia 14 tahun dan perempuan berusia 18 tahun. "Anak perempuanku baru saja berkuliah di jurusan desain, tapi sejak kecil keduanya hanya belajar di sekolah umum karena tidak ada sekolah Muslim di Hamilton. Hanya ada dua sekolah Muslim di Auckland, dan rasanya tidak cukup untuk menam pung 15 ribu anak Muslim di Selandia Baru," jelasnya.
Tanggapan keluarga Nicholson menceritakan pengalamannya memeluk Islam kepada orang tua. Meski pada awalnya dianggap aneh, kini ayah dan ibunya sangat mendukung keputusan itu.
Pengalaman yang berat dirasakannya ketika per tama kali menjalankan ibadah puasa. Dia menceritakan bagaimana seorang Muslim berpuasa.
Suasana Masjidil Haram yang dipadati jamaah umrah dari berbagai negara, Makkah, Senin (24/2) lalu. Pemerintah Arab Saudi menghentikan jamaah umrah memasuki wilayah negaranya untuk menghindari penyebaran virus covid-19.
Ibunya menyiapkan makanan untuk sahur pukul 05.00 waktu setempat dan berbuka. "Ibunya dan dia bersemangat sekali ketika menjelang berbuka puasa, mereka memperhatikan langit di atap, sebagai penunjuk waktu berbuka. Lihat matahari tenggelam dan bulan telah muncul, begitu juga menjelang Idul Fitri," ujarnya.
Meski hingga kini kedua orang tuanya belum menjadi Muslim, dia tetap mendoakan mereka. Kedua orang tuanya pun aktif membantunya di masjid ketika ada kegiatan di akhir pekan. Mereka membantu mengelola kegiatan open mosque yang rutin diselenggarakan.
Menghormati kedua orang tua sudah menjadi kewajibannya meski mereka belum memeluk Islam. Nicholson dan istrinya hidup bersama dengan kedua orang tua dan mengurus kebutuhan mereka.
Bapak dua anak ini bekerja di perusahaan keamanan di Selandia Baru. Selama menjalankan tugas, dia tidak mendapatkan kesulitan untuk menjalankan shalat. Teman-temannya dan perusahaannya mengetahui bahwa dia seorang Muslim. "Teman-temanku justru kini memanggilku dengan nama Muslim dan kami sering pergi bersama untuk makan, mereka pun memilih restoran halal," jelas dia.
Pria yang berdakwah dan mengajarkan agama Islam di madrasah Hamilton mendapatkan rezeki tidak terduga. Dia mendapat undangan khusus dari Raja Saudi, untuk menunaikan ibadah haji 2006 bersama mualaf lainnya dari Selandia Baru.
Bagi dia ini merupakan penga laman luar biasa. Di Selandia Baru, masjid dilarang mengumandangkan adzan meng gunakan pengeras suara, tetapi dia bersyukur ketika masuk waktu shalat, di setiap penjuru Saudi, suara adzan terdengar saling bersahut-sahutan meski suhu udara di Saudi lebih panas.