Jumat 28 Feb 2020 13:39 WIB

Diskusi Dompet Dhuafa Bahas Kerawanan Pangan dan Stunting

Keluarga berpengasilan rendah berpeluang besar mengalamikemiskinan pangan.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Hiru Muhammad
Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa meresmikan gerakan Sahabat Relawan Asi (Serasi) dalam seminar Milenial Lahirkan Generasi Bebas Stunting di Aula RS Sari Asih, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (23/1).
Foto: Republika/Abdurrahman Rabbani
Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa meresmikan gerakan Sahabat Relawan Asi (Serasi) dalam seminar Milenial Lahirkan Generasi Bebas Stunting di Aula RS Sari Asih, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (23/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dompet Dhuafa mengajak berbagai elemen untuk mengatasi kerawanan pangan dan tantangan stunting di Indonesia dengan menyelenggarakan diskusi terbuka.

Diskusi menghadirkan berbagai pembicara diantaranya Peneliti IDEAS Fajri Azhari, Kasi Mutu Gizi Kemenkes Hera Nurlita, Perwakilan Unicef Sri Wahyuni Sukotjo dan Direktur LKC NTT Dompet Dhuafa Martina Tirta Sari. 

Indonesia merupakan negara agraris dan beriklim tropis memiliki potensi besar dalam bidang agraria termasuk komoditas pertanian.  Dari catatan Kementerian Pertanian (Kementan) yang mencakup 88 kabupaten atau kota di Indonesia rawan pangan.

Daerah rentan rawan pangan diatur melalui tiga aspek yang terkait pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan.  Tiga aspek tersebut dapat berdampak pada kehidupan di wilayah rawan pangan, ketersediaan pangan yang kurang sehingga menyebabkan kurangnya asupan gizi.

"IDEAS pada bulan Februari ini sudah melakukan penelitian terkait ketimpangan masyarakat miskin dengan konsumsi pangan. Masyarakat miskin menghadapi harga pangan yang mahal," ujar Fajri di Kafe RBoj, Jakarta Selatan, Jumat (28/2).

Strategi yang ditempuh keluarga miskin yaitu beralih untuk mengkonsumsi yang murah dan bisa diawetkan. Kelompok satu persen termiskin rata-rata  mengonsumsi 744 kilogram beras per kapita pertahun, lebih banyak dari kelompok satu persen terkaya yang hanya 60,89 kilogram beras per kapita pertahun.  

Tingkat konsumsi yang sangat rendah, kemiskinan pangan dapat menyebabkan penyakit kronis bahkan kematian. Penyakit kronis memberi beban ekonomi yang besar pada biaya pengobatan dan hilangnya produktifitas, serta mendorong si miskin  lebih besar dalam lembah kemiskinan. 

Keluarga berpendapatan rendah dengan jumlah anggota keluarga lebih banyak, memiliki peluang besar mengalami kemiskinan pangan.

"Pencegahan kerawanan pangan dan stunting yang terjadi pada anak negeri, telah menggerakkan Dompet Dhuafa dengan berbagai program pertanian dan kesehatan seperti mengimplementasikan program JKIA (Jaringan Kesehatan Ibu dan Anak) dan SNGI (Saving Next Generation Institute) yang mendukung pemberdayaan kader dan komunitas masyarakat untuk upaya pencegahan kematian ibu dan anak, juga program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang mendorong perilaku bersih dan sehat di lingkungan sekitar dengan sumber daya yang ada,"ujar Imam Rulyawan Direktur Utama Dompet Dhuafa.

Imam  mengatakan program tersebut, dilakukan bersama dengan komponen masyarakat, pemerintah daerah, dinas terkait dan mitra lain yang terhubung  di lapangan.  

Namun dengan bertambahnya penduduk dan pekerjaan rumah yang besar diperlukan kerjasama antara lembaga kemanusiaan dan pemerintah pengentasan kerawanan pertanian dan pengerdilan di beberapa daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement