REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mengkampanyekan zakat perusahaan sebagai bentuk kewajiban dalam beragama sebagaimana dijelaskan dari interpretasi atau qiyas hadis.
Direktur Utama Baznas Arifin Purwakananta memaparkan dasar-dasar hukum terkait dengan zakat perusahaan, salah satunya hadis riwayat Bukhori dari Anas bin Malik yang dijadikan sebagai dasar qiyas untuk zakat perusahaan.
"Hadis ini menyatakan keberadaan perusahaan adalah wadah usaha dipandang sebagai syakhsiyah hukmiyah (badan hukum). Segala kewajiban ditanggung bersama dan hasil akhir pun dinikmati bersama, termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah, yakni zakat harta," kata Arifin di Jakarta, Rabu (26/2).
Arifin mengatakan Wahbah Az Zuhaily menuliskan bahwa Fikih Islam mengakui hukum positif dari badan hukum sebagai lembaga umum, seperti perusahaan.
Perusahaan, kata dia, juga memiliki kewajiban mengeluarkan zakat sebagaimana individu karena ada kecakapan, memiliki hak, menjalankan kewajiban dan memikul tanggung jawab umum.
Baznas, lanjut dia, menyediakan layanan konsultasi dan pelayanan zakat perusahaan untuk memberi pemahaman dan kemudahan dalam pelaksanaan zakat perusahaan. "Dana zakat, infak dan sosial dari korporasi ini nantinya akan dikelola dan didistribusikan dalam bentuk program yang dimiliki Baznas dalam membantu mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Semoga zakat mensucikan dan membawa keberkahan," kata dia.
Baznas bekerja sama dengan IRTI-IDB dan IPB mengungkap potensi zakat sebesar Rp 217 Triliun. Dari penelitian menunjukkan potensi zakat industri swasta dan BUMN.
"Baznas sendiri pada akhir tahun 2018 mencatat sebanyak 169 perusahaan dengan pertumbuhan rata-rata sebanyak 40 persen tiap tahunnya. Dengan adanya kesamaan tujuan yaitu untuk kemaslahatan fakir miskin, akan lebih ideal jika zakat perusahaan selain menjadi pengurang penghasilan kena pajak, juga menjadi pengurang kewajiban tanggung jawab sosial dan bina lingkungan," kata dia.*