REPUBLIKA.CO.ID, MANILA --- Sekelompok guru di Filipina mengungkapkan adanya pendataan siswa muslim yang sedang dilakukan Kepolisian Nasional Filipina (PNP) mulai dari sekolah menengah dan perguruan tinggi di kota Manila sebagai upaya untuk melawan ekstrimisme. Para guru yang tergabung dalam Aliansi Peduli Guru (ACT) itu pun mengecam pendataan siswa muslim yang dilakukan PNP dan menilainya sebagai bentuk islamophobia yang terang-terangan.
"Sangat disayangkan PNP menargetkan para siswa muslim untuk melawan ekstrimisme yang keras, yang secara tak langsung mereka mengatakan muslim lebih cenderung menjadi ekstrimis," kata ketua ACT, Joselyn Martinez seperti dilansir Inquirer.net pada Jumat (21/2).
ACT pun menunjukkan salinan surat dikirim kepolisian kepada Sekolah Terpadu Timoteo Paez di Tondo, Manila. Sekolah itu menjadi tempat di mana polisi mengajukan pertanyaan kepada guru tentang siswa muslim.
Surat yang dikeluarkan Kepolisian Distrik Manila (MPD) itu memerintahkan jajaran kepolisian di bawahnya untuk melaporkan daftar terbaru siswa muslim di sekolah menengah dan perguruan tinggi dengan mengikuti format yang terlampir. Selain itu data yang diambil juga termasuk tingkat kelas, jenis kelamin dan jumlah siswa muslim.
Tidak diketahui apakah langkah itu berdasarkan informasi intelijen, namun arahan tersebut menunjukan agama para siswa menjadi satu-satunya yang melatarbelakangi pendataan itu. Sejauh ini baru Sekolah Terpadu Timoteo Paez yang diketahui ACT telah didatangi polisi.
ACT pun meminta Kementerian Pendidikan untuk memerintahkan sekolah tak menjalin kerjasama dengan kepolisian terutama dalam mencari informasi tentang siswa muslim. "Ini harus menjadi zona damai bebas dari polisi dan militer," katanya.
Diketahui kota Manila, Taguig dan Quezon adalah sejumlah kota di Filipina yang mempunyai jumlah penduduk muslim yang banyak.
Sementara itu Kepala Kantor Kepolisian Kawasan Ibu Kota Nasional (NCRPO) Mayjen Debold Sinas mengatakan surat itu sah namun tidak dimaksudkan untuk membuat profil siswa muslim. "Informasi statistik (yang diperoleh) akan digunakan Pusat Kepolisian Salaam (SPC) untuk melakukan intervensi dan program dalam memperkuat Polisi Salaam dalam menjalin kemitraan dengan masyarakat," kata Sinas.
SPC sendiri didirikan pada 2018 untuk mengawasi perbedaan budaya dan keprihatinan yang beragam terutama berkaitan dengan keselamatan dan keamanan. SPC berada di bawah pengawasan Direktorat Hubungan Masyarakat Polisi (DPCR) dan melakukan pemantauan ketat, serta membangun jejaring dan menjalin hubungan dengan komunitas muslim dalam mengatasi terorisme dan kekerasan di masing-masing daerah.
"Kami sangat percaya agama seseorang seharusnya tak pernah menghalangi kami dalam mewujudkan perdamaian dan harmoni yang berkelanjutan. Karena itu PNP melalui DPCR memasukan SPC sebagai salah satu prioritas utama," kata Sinas.