Kamis 20 Feb 2020 11:25 WIB

Kewenangan Penetapan Fatwa Halal Perlu Dibahas Bersama

Ormas Islam akan dilibatkan dalam pembuatan produk fatwa halal.

Rep: Fuji E Permana/Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Kewenangan Penetapan Fatwa Halal Perlu Dibahas Bersama. Foto: Ilustrasi Sertifikasi Halal.
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Kewenangan Penetapan Fatwa Halal Perlu Dibahas Bersama. Foto: Ilustrasi Sertifikasi Halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelumnya, Ketua Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) Kemenag Sukoso enggan menanggapi adanya perubahan aturan dalam rancangan Omnibus Law alias RUU Cipta Kerja, khususnya yang terkait dengan pelibatan ormas Islam dalam mengeluarkan fatwa halal

“Begini, itu kan masukan dari banyak pihak. Kalau kami secara resmi belum dapat. Kecuali kalau itu sudah dikirim ke kantor saya lewat institusi resmi. Kalau masih merupakan sebuah ide, opini, saya tidak bisa nanggapi dong,” ujar Sukoso saat dihubungi Republika.co.id, Senin (17/2).

Kendati demikian, menurut dia, setelah rancangan undang-undang tersebut disahkan oleh DPR, ia siap menjalankan apa pun yang diperintahkan. “Kami menjalankan apa yang ada di dalam undang-undang dan perkara hasilnya Omnibus Law tentu itu perintahnya ke kita. Kita itu yang menjalankan pekerjaan,” ucapnya.

Dia menjelaskan, undang-undang tersebut tentunya merupakan produk DPR. Setelah disahkan baru bisa dijalankan oleh pemerintah. Namun, menurut dia, sampai saat Ombinus Law tersebut belum ditetapkan secara resmi oleh DPR.

“Jadi apakah itu sudah ditangani, sudah resmi keluar? Di meja saya belum ada itu. Kalau kami menanggapi sesuatu opini, pendapat, atau pandangan, waduh malah kami tidak bekerja,” katanya.

Staf Khusus Wakil Presiden Ma'ruf Amin Bidang Komunikasi dan Informasi, Masduki Baidlowi menjelaskan apa yang mendasari munculnya aturan yang melibatkan ormas Islam dalam menetapkan kehalalan suatu produk atau fatwa halal. Rencana dilibatkannya ormas dalam fatwa halal tercantum dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Draf ini telah diserahkan ke DPR.

Masduki menyadari ada pandangan  yang menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) memonopoli fatwa halal. "(Dasar pelibatan ormas Islam dalam menetapkan kehalalan produk) itu kan ada pandangan bahwa MUI itu dianggap sebagai monopoli," kata Wakil Sekjen Pengurus Besar NU itu kepada Republika.co.id saat di kantor MUI, Jakarta, Selasa (18/2).

Menurut Masduki, pandangan seperti itu adalah pandangan yang memang harus dihormati sebagai sebuah pandangan. "Tapi ada pandangan lain yang berbeda yang juga harus kita hormati. Titik temunya di mana, nanti di DPR, itu akan dibahas dan diambil sebagai keputusan politik," kata dia.

Masduki menambahkan, tiap ormas Islam punya kesempatan untuk bicara di DPR terkait Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja). Apalagi, dalam draf tersebut, Ormas Islam dilibatkan untuk menetapkan kehalalan suatu produk.

"Itu akan dibicarakan di DPR, karena sekarang draf Omnibus Law dari pemerintah itu sudah disetorkan ke DPR. Maka tiap ormas Islam, MUI, dan segala macamnya itu karena punya pandangan yang berbeda-beda nanti akan diberikan kesempatan di DPR untuk bicara," kata dia.

Masduki mengatakan, pemerintah tentu berharap, Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah melewati berbagai proses kompromi sebelum disahkan menjadi UU. Melalui kompromi itu pula, dia berharap ada titik temu atas perbedaan pandangan di kalangan ormas Islam soal aturan penetapan fatwa halal suatu produk.

"Yang penting nanti kita berharap bahwa ujung dari keputusan rapat yang menghasilkan Omnibus Law sebagai UU itu sudah mengkompromikan banyak hal sehingga ada titik temu," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement