Kamis 20 Feb 2020 11:09 WIB

TGB Tanggapi Soal Pelibatan Ormas Islam dalam Fatwa Halal

Ormas Islam akan dilibatkan dalam pembuatan produk fatwa halal.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
TGB Tanggapi Soal Pelibatan Ormas Islam dalam Fatwa Halal. Foto: Tuan Guru Bajang  Muhammad Zainul Majdi
Foto: Republika/Fauziah Mursid
MUI Dinilai Monopoli Fatwa Halal. Foto: Juru Bicara Wakil Presiden Maruf Amin, Masduki Baidlowi di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelumnya, Staf Khusus Wakil Presiden Ma'ruf Amin Bidang Komunikasi dan Informasi, Masduki Baidlowi menjelaskan apa yang mendasari munculnya aturan yang melibatkan ormas Islam dalam menetapkan kehalalan suatu produk atau fatwa halal. Rencana dilibatkannya ormas dalam fatwa halal tercantum dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Draf ini telah diserahkan ke DPR.

Masduki menyadari ada pandangan  yang menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) memonopoli fatwa halal. "(Dasar pelibatan ormas Islam dalam menetapkan kehalalan produk) itu kan ada pandangan bahwa MUI itu dianggap sebagai monopoli," kata Wakil Sekjen Pengurus Besar NU itu kepada Republika.co.id saat di kantor MUI, Jakarta, Selasa (18/2).

Menurut Masduki, pandangan seperti itu adalah pandangan yang memang harus dihormati sebagai sebuah pandangan. "Tapi ada pandangan lain yang berbeda yang juga harus kita hormati. Titik temunya di mana, nanti di DPR, itu akan dibahas dan diambil sebagai keputusan politik," kata dia.

Masduki menambahkan, tiap ormas Islam punya kesempatan untuk bicara di DPR terkait Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja). Apalagi, dalam draf tersebut, Ormas Islam dilibatkan untuk menetapkan kehalalan suatu produk.

"Itu akan dibicarakan di DPR, karena sekarang draf Omnibus Law dari pemerintah itu sudah disetorkan ke DPR. Maka tiap ormas Islam, MUI, dan segala macamnya itu karena punya pandangan yang berbeda-beda nanti akan diberikan kesempatan di DPR untuk bicara," kata dia.

Masduki mengatakan, pemerintah tentu berharap, Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah melewati berbagai proses kompromi sebelum disahkan menjadi UU. Melalui kompromi itu pula, dia berharap ada titik temu atas perbedaan pandangan di kalangan ormas Islam soal aturan penetapan fatwa halal suatu produk.

"Yang penting nanti kita berharap bahwa ujung dari keputusan rapat yang menghasilkan Omnibus Law sebagai UU itu sudah mengkompromikan banyak hal sehingga ada titik temu," ucap dia.

Sementara, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) Lukmanul Hakim menuturkan pelibatan ormas Islam untuk menetapkan fatwa halal dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja harus dipertimbangkan lagi. Menurut dia, wewenang penetapan fatwa halal harus tetap di MUI.

"Menurut saya perlu ada pertimbangan kembali. Ya harus dikembalikan ke MUI khusus soal fatwa itu," ujar dia saat di kantor MUI pusat, Jakarta, Selasa (18/2).

Lukmanul mengatakan, MUI adalah kumpulan atau wadah dari ormas-ormas Islam. Meski ada juga dari kalangan perguruan tinggi dan profesional.

"Bahwa di ormas itu ada ulama, ya memang di MUI itu kan ada keterwakilan ormas dan kompetensi. Jadi mewakili dari ormas dan juga dari kompetensi. Di komisi fatwa itu juga begitu, ada dari Muhammadiyah, NU, Persis," ujar dia.

Selain itu menurut Lukmanul pelibatan ormas Islam tersebut juga bisa mengurangi nilai objektifitas atas kehalalan suatu produk. Produsen atau perusahaan yang menyertifikasi halal pun menjadi mungkin untuk memilah ormas yang dapat membuat produknya memperoleh fatwa halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement