REPUBLIKA.CO.ID,
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari, dalam kitabnya yang berjudul Adab al Alim wa al Muta'allim bab Etika Guru Terhadap Dirinya sendiri, memberikan nasihat. Yaitu, agar guru tidak diskriminatif antara murid yang berasal dari anak penguasa dunia.
Seperti misalnya, dengan mendatangi mereka kecuali jika ada kemaslahatan yang melebih kehinaan ini. Yaitu, jika seorang guru harus pergi ke tempat murid yang dididiknya karena murid tersebut mempunyai kedudukan yang tinggi.
Bahkan, seorang guru itu harus menjaga ilmunya dari perbuatan yang bisa merendahkan derajat ilmu, seperti ulama salafussalih. Ada banyak kisah tentang mereka yang terkenal dalam pergaulannya dengan para penguasa atau khalifah.
Seperti halnya kisah Imam Malik. Suatu ketika, Imam Malik bertemu Amirul Mukminin Harun ar Rasyid. Khalifah berkata, "Hai Abu Abdillah, mestinya kamu berulang kali ke kediamanku ini supaya anak-anakku yang masih kecil bisa mendengarkan kitab Muwattha."
Imam Malik menjawab, "Semoga Allah memuliakanmu wahai Amir, sesungguhnya ilmu ini telah tersebar, seandainya kalian semua memuliakan ilmu ini, maka niscaya ilmu ini menjadi mulia, tetapi sebaliknya jika orang-orang menghina ilmu ini, maka ilmu ini juga akan menjadi hina. Ilmu itu harus didatangi bukannya ilmu itu yang akan mendatangi orang yang mempelajarinya."
Khalifah menjawab, "Kamu benar, kalian semua pergilah ke masjid-masjid sehingga kalian semua dan orang lain bisa mendengarkannya."
Az Zuhry berkata, "Kehinaan bagi ilmu adalah kalau ia dibawa guru ke rumah orang yang mempelajarinya, kecuali apabila karena terpaksa atau jika ada kebaikan yang lebih besar daripada kerugiannya, maka hal ini tidak ada masalah. Ulama salaf juga ada yang melakukan hal itu."
KH Hasyim Asyari menuliskan, secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa barang siapa mengaggungkan ilmu maka ia akan diagungkan Allah. Dan, barang siapa meremehkan ilmu, maka ia akan dihinakan Allah dan kata-kata ini sudah terbukti.