Ahad 02 Feb 2020 16:49 WIB

Ekonom: Tarif Sertifikasi Halal Perlu Skema Murah Khusus UMK

Tarif sertifikasi halal merupakan hal yang dikhawatirkan oleh para pengusaha.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Pengunjung menyaksikan sejumlah produk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dipamerkan pada kegiatan penyerahan sertifikat halal di Kantor Majelis Permusyawaran Ulama (MPU), Aceh Besar, Aceh, Kamis (12/12/2019).
Foto: Antara/Ampelsa
Pengunjung menyaksikan sejumlah produk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dipamerkan pada kegiatan penyerahan sertifikat halal di Kantor Majelis Permusyawaran Ulama (MPU), Aceh Besar, Aceh, Kamis (12/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memiliki tantangan besar dalam menetapkan tarif sertifikasi halal. Hal ini menyusul banyaknya Usaha, Mikro dan Kecil (UMK) di Indonesia beserta turunan produknya.

Ekonom Syariah Azis Setiawan mengatakan pemerintah dapat memulai membentuk Lembaga Sertifikasi Halal (LPH) khususnya tingkat kampus. Langkah ini diperlukan agar antrean bagi UMK tidak menumpuk ketika tarif sertifikasi halal sudah ditetapkan.

“Namun belum jelas juga jalannya (pembentukan LPH), sehingga harus dipercepat proses. Hal ini menjadi kerangka besar yang harus dipikirkan oleh pemerintah karena jumlah produk dari dunia usaha pasti akan banyak, apalagi sekarang sifatnya mandatori dari UU JPH,” jelasnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (2/2).

Menurutnya tarif sertifikasi halal merupakan hal yang dikhawatirkan oleh para pengusaha. Harapannya, pemerintah dapat menetapkan tarif ini secara terjangkau dan tidak membebani para pengusaha.

“Yang dikeluhkan dunia usaha ketika arahnya mandatori ada beban biaya baru,” ucapnya.

Azis menyarankan pemerintah dapat menyiapkan fasilitas khusus bagi UMK untuk mendapatkan sertifikasi halal. Langkah ini diperlukan agar UMK dapat bersaing di pasar domestik dan global.

“Skema fasilitas subsidi biaya bagi UMK, jadi bagi UMK atau bisa menggunakan subsidi APBN sangat wajar saja bisa. Kita inginnya produk bersertifikasi halal bisa memiliki standar global bukan hanya pasar domestik tetapi juga bersaing halal market global,” jelasnya.

Sementara Ekonom Syariah Bazari Azhar Azizi menambahkan tarif sertifikasi halal sebaiknya menggunakan skema lebih murah. Sebab, sertifikasi halal bersifat wajib sehingga diperlukan tanggung jawab bagi produsen halal terhadap produknya. 

“Tarifnya perlu dikaji ulang terutama untuk kelas usaha mikro dan kecil karena berbeda skala usaha dan produknya,” ucapnya.

Ke depan, pemerintah perlu membentuk pusat lembaga sertifikasi halal terutama di daerah. Langkah ini agar bisa dijangkau oleh pelaku usaha di seluruh Indonesia.

“Diperlukan juga kerja sama dengan pusat-pusat kajian halal di kampus yang ada di daerah, juga perlu diberdayakan oleh BPJPH untuk mengatasi meningkatnya permintaan sertifikasi dan waktu tunggu mendapatkan sertifikat,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement