Selasa 28 Jan 2020 13:59 WIB

Temui Wapres, FPCI Sampaikan Tren Hubungan Tiga Agama

FPCI menilai pentingnya mengubah pandangan antar umat beragama.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Pendiri Foreign Policy of Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal dan juga sejumlah tokoh agama usai menemui Wakil Presiden Ma
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Pendiri Foreign Policy of Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal dan juga sejumlah tokoh agama usai menemui Wakil Presiden Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pendiri Foreign Policy of Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menyoroti tren memburuknya hubungan pemeluk tiga agama Ibrahim yakni Islam, Kristen dan Yahudi secara global. Dino pun membeberkan survei yang dilakukan PEW Research Center (Amerika Serikat) pada 2016 lalu bahwa ada perlakuan diskriminatif terhadap tiga agama tersebut.

Pertama, Kristen menempati posisi pertama di mana pemeluk agama tersebut dibatasi dan diganggu baik oleh pemerntah maupun nonpemerintah di 144 negara. Sedangkan, Islam menempati posisi kedua dengan pemeluk agama yang dibatasi dan diganggu oleh pemerintah dan nonpemerintah di 142 negara, lalu pemeluk Yahudi di 87 negara.

Baca Juga

"Jadi ini ada tren yang tidak sehat dan akan semakin memburuk. karena tidak ada usaha yang sistematis dan longterm untuk menanggulangi itu," ujar Dino di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (28/1).

Dino menambahkan, di sisi lain, tren sasaran teroris juga kini telah berubah, dari yang sebelumnya menyerang masyarakat umum, kini menyasar ke penganut agama tertentu. Ia mencontohkan sasaran bom yang sebelumnya tempat umum, kini mulai ke masjid dan juga gereja-gereja.

"Jadi ada masalah utuh secara global dan bagaimana mengatasinya, yang kita liat ada satu tantangan dari formula antar iman, interfet yang dijalankan selama ini," ujar Dino.

Karena itu, ia memperkenalkan program 1.000 Abrahamic Circles atau 1.000 lingkaran Abraham yang merupakan program mengurangi ketegangan agama Ibrahim yakni, Kristen, Islam dan Yahudi di tingkat akar rumput. Ia menilai perlu upaya inovatif untuk perbaikan di akar rumput dan bukan sekedar pernyataan di tingkat elit saja.

Dino mengatakan, program 1.000 lingkaran Ibrahim ini nantinya harus diisi perwakilan tiga negara, kemudian tiga pewakilan negara di lingkaran tersebut tinggal selama seminggu di satu negara anggota lingkaran tersebut. Di negara tersebut, perwakilan akan tinggal bersama keluarga dan komunitas agama.

Tujuannya, program tersebut bisa mengubah pandangan dan respek atau kepedulian antar penganut agama.

"Taruhlah ini tinggal di Cirebon, pesantren, kemudian ramai-ramai seminggu tinggal di rumah dan komunitas pendeta Kristen kemarin di New Zealand dan seminggu lagi di Amerika," ujar Dino.

"Pengalaman kita dan asumsi kita dengan perjalan tiga minggu dan mereka bertemu dengan keluarga dan komunitas dan saling berinteraksi, timbul suasana persahabatan dan respek yang real," ujarnya.

Dino menilai pentingnya mengubah pandangan dan respek antar umat beragama, khususnya di akar rumput. Sebab, kurangnya respek antar umat beragama, menimbulkan persoalan antaragama.

Karena itu, melalui 1.000 lingkaran Ibrahim diharapkan dapat memperbaiki masalah antaragama di negara-negara. Ia pun menargetkan 1000 lingkaran ini bisa terlaksana pada tahun ini dan melibatkan negara-negara yang mempunyai masalah antaragama.

"Jadi kalau Brazil nggak ikut, karena tidak ada masalah antara muslim dan kristen, Islandia juga nggak ikut, Argentina juga nggak ikut, karena nggak ada masalah islam dan kristen tapi Amerika kita ikutsertakan, Australi iya, Belanda iya, Jerman, Inggris, Prancis dan lain sebagainya kita ikut sertakan," ujar mantan Wakil Menteri Luar Negeri tersebut.

Dalam pertemuan tersebut yang hadir antara lain, Dino Patti Djalal, Perwakilan Pondok Pesantren Buntet Cirebon Muhammad Abdullah Syukri, Pesantren Al Anwar Muhammad Nur Hayid, Perwakilan Pesantren Peradaban Dunia Jagat Arsy, dan tokoh agama Katolik Frans Magnis Suseno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement