REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak satu pun manusia yang luput dari cobaan yang diberikan oleh Allah SWT. Namun, ketenangan dalam menghadapinya adalah kunci terbaik yang perlu dimiliki manusia.
At-Tanukhi dalam kitabnya Al-Faraj Ba'dasy Syiddah menyampaikan, di setiap puncak kesulitan itu sesungguhnya ada jalan keluar yang telah disediakan Allah. Manusia dianjurkan untuk menjalani cobaan dengan tenang.
Sebab, terdapat banyak kisah mengenai hamba-hamba Allah sebelum kita yang telah mendapatkan siksaan, dipenjarakan, dikucilkan, diancam, diasingkan, diusir, dicambuk, dimiskinkan, hingga disengsarakan sebelum generasi manusia saat ini ada. Namun begitu, seluruh cobaan itu nyatanya dapat berlalu dalam hitungan hari.
Dan setelah musibah itu, muncul lah pasukan yang mengirimkan kebahagiaan kepada mereka di saat rasa putus asa hampir menyapa. Para 'pasukan' yang dikirimkan Allah itu mengabarkan kegemberiaan mengenai adanya jalan keluar.
Kepada orang-orang yang terkena musibah dan bencana, At-Tanukhi mengatakan untuk tetap tenang. Sebab telah banyak hamba-hamba Allah sebelum kalian yang telah lebih dulu menghadapi hal serupa. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Allah dalam Alquran Surah Al-Ankabut ayat 3:
"Wa laqad fatanna alladzina min qablihim,". Yang artinya: "Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka,". Menurutnya, musibah atau ujian itu diberikan manusia membuktikan bahwa Allah SWT telah memberikan tindakan yang adil.
Allah SWT perlu menyeleksi hamba-hambaNya. Di samping itu juga, Allah mempunyai hak atas hambaNya untuk disembah pada saat-saat yang sulit, yang sama pada saat mudah. Syaikh Aidh al-Qarni dalam kitabnya La Tahzan menjabarkan, alasan lainnya Allah memberikan cobaan tersebut adalah untuk menggilir manusia dalam keadaan sebagaimana Dia menggilir siang dan malam.
Jika demikian kenyataannya, mengapa manusia harus tidak menerima dan membangkang? Beliau pun menuliskan sebuah syair dalam kitab tersebut:
Jika Kau perintahkan kepadaku: injaklah bara
Maka kukatakan: baiklah
Bara api itu untuk kedua mataMu yang nampak seperti permata
Ustaz Akmal Nasery Basral mengatakan, cobaan buruk nan berat dan juga teladan pernah dijalankan oleh ulama besar Indonesia, Buya Hamka. Ketika Buya Hamka 'difitnah' dengan tuduhan keji, beliau terpaksa mendekam di penjara selama 2,5 tahun kurungan.
Di dalam penjara, mental beliau diuji dengan cacian dari para petugas penjaga. Beliau dituduh komplotan Malaysia dan tidak mencintai NKRI. Tuduhan-tuduhan tak berdasar itu, menurutnya, lebih menyakitkan daripada kurungan berada di penjara sebagaimana yang beliau hadapi.
Namun begitu, Ustaz Akmal melanjutkan, Buya Hamka kembali berserah diri kepada Allah SWT. Bahwa segala apa yang ia hadapi saat ini hanyalah bagian dari ujian atas keimanan serta ketakwaannya. Di tengah keterbatasan itu, beliau pun mulai mengalihkan fokus pikirannya kepada hal yang lebih produktif dan positif.
Selama dalam masa tahanan, kata dia, beliau kembali menulis tafsir Alquran yang telah beliau rencanakan puluhan tahun silam. Tafsir itu pun berhasil rampung diselesaikan dan diberi nama Tafsir Al-Azhar.
"Buya Hamka bilang, 20 tahun saya berencana menulis tafsir ketika belum dipenjara tapi tak selesai. Tafsir itu rampung hanya kurun waktu dua tahun di penjara, inilah hikmah cobaan yang diberikan Allah," ungkap Ustaz Akmal, saat ditemui Republika, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ustaz Akmal menjabarkan, bisa jadi apabila Buya Hamka tak masuk penjara, tafsir tersebut tak akan pernah beliau selesaikan. Hal itu sebab, Buya Hamka kurang memiliki waktu luang atas aktivitas padat yang dijalani sebagai ulama, tokoh Muhammadiyah, politisi, hingga penyair.