REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Menghargai seseorang yang telah berjasa menjadi penting bagi sebagian orang. Menghargai juga merupakan hal positif yang memang dibutuhkan untuk menciptakan hubungan baik antarsesama.
Mungkin ada yang bertanya, “Apakah tidak sepantasnya umat Islam mengenang keberhasilan orang-orang besar yang telah menorehkan jasanya dalam catatan sejarah, kemudian mereka diabadikan dalam bentuk patung agar perjuangannya selalu diingat generasi setelahnya?”
Pasalnya, dewasa ini orang-orang mudah sekali lupa dengan sejarahnya apalagi orang-orang yang pernah berjasa di dalamnya. Namun, menjawab pertanyaan itu, Prof Yusuf Al-Qaradhawi menjelaskan dalam bukunya Tuntas Memahami Halal dan Haram.
Dia menjelaskan bahwa mengenai pertanyaan itu, tentu perlu lagi dipahami bahwa Islam adalah agama yang tidak berlebih-lebihan, termasuk dalam menghargai jasa seseorang berapa pun tingginya sebuah kedudukan dan jabatan.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian menghormatiku seperti orang-orang Nasrani menghormati Isa bin Maryam. Namun, katakanlah, Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.” (HR Bukhari, dari Umar ibn al-Khattab)
Rasulullah SAW tidak menginginkan umatnya menyerupai non-Muslim yang berdiri saat pemimpin mereka duduk. Beliau Saw pun juga mengingatkan dalam hadis riwayat Muslim:
“Kalian hampir saja melakukan apa yang diakukan orang Persia dan Romawi. Mereka berdiri untuk raja mereka, sedangkan sang raja sendiri duduk. Maka janganlah kalian melakukan itu!”
Itulah sikap agama Islam dalam menghormati manusia. Ia tidak meridai adanya patung-patung yang sengaja dibentuk untuk diangkat kedudukannya, kendatipun dengan alasan untuk mengabadikannya.
Keabadian sejatinya hanyalah milik Allah SWT dan apa yang diridai-Nya. Meskipun keabadian itu harus ada di tangan manusia, maka tidak harus pula disimbolkan dengan patung-patung.
Menurut pandangan cendekiawan Universitas Damaskus, Prof al-Mubarak, yang ditulis dalam buku yang sama juga menjelaskan, bahwa: “Kita mengetahui Rasulullah SAW, khulafaur rasyidin, beserta para pejuang besar Islam lainnya memiliki jasa yang sangat bermakna.
Akan tetapi, jasanya tersebut tidak dibuatkan patung, tetapi diturunkan melalui perjalanan hidupnya dari generasi ke generasi, dari orang terdahulu kepada orang belakangan, dan dari ayah kepada anaknya. Perjuangan mereka dikenang dalam hati dan disebut-sebut dalam lisan. Namanya harum tercium di setiap majelis dan pertemuan, memenuhi akal dan hati, tanpa ada patung atau gambar.”