REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia Halal Watch (IHW) menyarankan sanksi untuk pelanggar Undang-undang Jaminan Produk Halal (JPH) berupa pencabutan izin usaha saja. Mereka yang tidak taat UU JPH tidak perlu dikenakan sanksi hukuman penjara karena tidak melakukan tindakan kriminal.
"Saya kira lebih cocok menurut saya sanksi administrasi saja jangan sanksi hukuman penjara (untuk mereka yang tidak taat UU JPH)," kata Direktur Eksekutif IHW, Ikhsan Abdullah kepada Republika.co.id, Rabu (22/1).
Ikhsan mengatakan, misalnya ada pengusaha sudah diingatkan agar mematuhi UU JPH tapi masih bandel, maka cabut izin usahanya. Menurutnya dengan mencabut izin usaha sudah cukup menimbulkan efek jera kepada pengusaha yang bandel.
Dia menegaskan, tidak perlu ada sanksi pidana untuk mereka yang melanggar UU JPH. Sebab mungkin saja mereka melanggar UU JPH karena tidak paham regulasi. Maka perlu diberi pemahaman dan edukasi mengenai UU JPH.
"Tapi kalau sudah diberi pemahaman (tentang UU JPH) dan masih bandel, bolehlah sanksi dengan pencabutan izin usahanya, artinya jelas-jelas orang ini tidak taat hukum dan tidak pro UU JPH, tapi bukan berarti melakukan perbuatan kriminal maka jangan dipidanakan," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Bandan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mastuki, mengatakan, pihaknya terlibat dalam pembahasan RUU Omnibus Law. Omnibus Law dalam konteks jaminan produk halal ditekankan pada empat hal. Salah satunya tentang sanksi administratif dan sanksi pidana.
Dia menyampaikan, arah pembahasan sanksi tersebut untuk mendorong pelaku usaha agar melakukan sertifikasi halal. "Jadi pendekatan yang dikedepankan adalah persuasif dan edukatif. Karena itu, dalam pembahasan kami menghindari sanksi pidana, hanya sanksi administratif," ujar Mastuki.