Senin 13 Jan 2020 20:04 WIB

Umat Islam Perlu Lebih Inklusif Terhadap Ilmu Pengetahuan

Umat Islam perlu menyongsong perkembangan zaman dengan lebih responsif.

Umat Islam Perlu Lebih Inklusif Terhadap Ilmu Pengetahuan
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Umat Islam Perlu Lebih Inklusif Terhadap Ilmu Pengetahuan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Unifah Rosyid menuturkan, umat Islam perlu menyongsong perkembangan zaman di era digital dengan lebih responsif. Menurut dia, umat Muslim harus lebih terbuka dengan berbagai perubahan ilmu pengetahuan.

Hal itu disampaikan dalam agenda Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan' di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta, Senin (13/1), yang menjadi rangkaian Kongres Umat Islam VII 2020.

Baca Juga

"Tentu harus lebih inklusif terhadap perubahan ilmu pengetahuan. Karena peradabannya dengan segala kemajuannya, tentu dengan segala manfaatnya itu bagian yang tidak terpisahkan, jadi bagaimana kita mempunyai iman dan takwa yang kuat," ujar dia

Unifah melanjutkan, selain perlu memiliki karakter keislaman yang inklusif terhadap ilmu pengetahuan, umat Muslim juga perlu mengedepankan toleransi dalam bernegara dan berbangsa Indonesia. Tentunya juga disertai iman dan taqwa yang sangat kuat. Menurutnya, ini yang paling utama baginya.

"Saya sangat senang dengan diskusi ini karena diskusi ini adalah kesempatan untuk mematangkan pemikirang, dan berkumpulnya para ilmuwan dari kalangan umat Islam, memikirkan masa depan yang tentu saja di mana kita tidak hidup sendiri, tapi hidup dalam konteks kebangsaan yang plural," ujarnya.

 Sosiolog Universitas Indonesia Imam B Prasodjo menjelaskan, saat ini adalah era digital yang dia sebut sebagai abad teknik dan informasi. Dalam kondisi demikian, lanjut dia, ayat-ayat kauniyah menjadi penting untuk didalami.

"Bagaimana justifikasi keagamaannya. Misalnya saya belajar tentang manajemen bisnis, tentang bagaimana ekonomi umat. Karena sekarang ini menjadi masalah. Kita ini mayoritas, tapi justru kebanyakan yang kurang mampu. Artinya perlu ada orang yang belajar yang bukan semata-mata ayat qauliyah," tutur dia.

Imam menjelaskan, di tengah perkembangan teknologi digital, pun ternyata muncul segregasi digital. Dengan menggunakan aplikasi Whatsapp melalui layanan grup, terjadi pengotak-ngotakan di tengah berkembangnya era digital.

"Sekarang muncul era baru, era informasi, bapak ibu punya WA group, dan memforward tulisan-tulisan yang entah ditulis siapa. Banyak, macam-macam. Menariknya, era sekarang masing-masing WA group itu mengerucut, ada yang global paradoks," kata dia.

Sebab, kemudahan akses informasi memungkinkan banyak orang untuk belajar di pihak yang berbeda. Hal ini dikarenakan karena yang memutuskan untuk memilih bergaul dengan orang yang sama sehingga terjadi segregasi digital.

"Saya tidak katakan salah atau tidak salah. Tapi sekarang adalah era baru, 4.0," ungkapnya.

Imam mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan dirinya, banyak pasar tradisional yang tumbang lantaran mereka tidak memahami cara menggunakan ponsel pintar. "Generasi kolonial, ibu-ibu bapak-bapak, dan yang di situ umat Islam kebanyakan. Apa kita nggak mikirin mereka di dalam era ini," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement