REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muktamar Tafsir Nasional 2020 yang diselenggarakan Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Universitas Nurul Jadid (Unuja) Probolinggo menghasilkan beberapa rekomendasi. Di antaranya, ratusan peserta muktamar tersebut sepakat untuk mempromosikan moderasi Islam atau Islam moderat.
Salah satu pembicara muktamar tersebut, Prof Abdul Mustaqim, mengatakan, untuk menghasilkan tafsir Alquran dan hadits yang mengedepankan moderasi diperlukan adanya sinergitas antar berbagai pihak. “Menurut hemat saya perlu membangun sinergitas program atau kegiatan yang bisa mempertemukan para akademisi, termasuk tentunya dosen para mubaligh, dai, termasuk kalangan pesantren untuk merumuskan konsep dakwah yang mengacu pada nilai-nilai moderasi,” ujar Prof. Mustaqim saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (12/1).
Guru Besar Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjelaskan, moderasi merupakan karakter dasar Islam, yakni berada di tengah-tengah. Menurut dia, Pancasila itu sejatinya juga bagian dari bentuk moderasi, sehingga sudah tepat Indonesia memilih Pancasila dalam konteks relasi antara agama dan negara.
“Jadi Indonesia ini bukan negara Islam tapi juga bukan negara sekuler. Cuma agama memberi peran, nilai di dalam tata kelola kenegaraan. Pancasila tidak harus dipertentangkan dengan Alquran dan hadits. Karena intinya itu sudah sejalan dengan prinsip dasar Alquran dan Hadits,” jelasnya.
Saat menjadi pembicara dalam muktamar tersebut, Prof Mustaqim juga menawarkan sebuah metodologi untuk memahami dan menafsirkan Alquran dan hadits secara moderat, yaitu Tafsir Maqashidi.
"Tafsir maqisidi itu adalah sebuah pendekatan tafsir yang mencoba menengahi dua ketegangan epistimologi tafsir antara yang tekstualis dengan yang liberalis,” ucap Pengasuh Pesantren Lingkar Studi Quran (LSQ) Arrahmah Yogyakarta ini.
Menurut dia, tafsir Maqashidi ini sebagai basis dari moderasi Islam. Karena, di satu sisi tafsir Maqshidi tetap menghargai teks, tetapi di sisi lain juga akan menangkap makna di balik teks tersebut.
“Kemudian melakukan kontekstualisasi, sehingga kita bisa meraih dimensi moderasi di dalam menerapkan nilai-nilai Alquran dan hadits dalam konteks keindonesiaan yang sangat multi agama, multi etnis, dan sebagainya,” kata Katua Prodi Ilmu al-Qur'an dan Tafsir (IAT) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.