REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Selain mahar, dalam rumah tangga juga dikenal adanya pemenuhan perabot rumah tangga. Bentuknya bermacam-macam mulai dari pakaian, perhiasan, hingga alat-alat dapur dan aksesoris rumah. Kewajiban, hak, dan klaim siapakah atas perabot rumah tangga ini?
Islam mengatur segala hal yang mencakup hal umum hingga sedetail mungkin. Seperti perabot rumah tangga ini misalnya, tak luput dari diskursus para ulama mazhab. Dalam kitab Fiqih Lima Mazhab karya Muhammad Jawwad Mughniyah, terdapat perbedaan pendapat dari ulama-ulama yang terangkum dalam lima mazhab.
Ulama dari Mazhab Imamiyah dan Hanafi misalnya, sama-sama sepakat mahar merupakan milik istri sekaligus juga adalah hak baginya. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan lain darinya semisal pakaian, perlengkapan kamar tidur, dan perabotan rumah tangga adalah kewajiban suami untuk menyediakannya.
Istri dalam hal ini tidak diharuskan menyediakan kebutuhan rumah tangga. Sebab, menurut ulama dari kedua mazhab ini, nafkah dan seluruh jenis kebutuhan rumah tangga dapat dikhususkan diminta dari suami. Dan suami diwajibkan untuk memenuhinya sesuai kadar kemampuan dan kondisi.
Adapun para ulama dari Mazhab Maliki berpendapat, istri diwajibkan membeli perlengkapan rumah yang menurut kebiasaan ditanggung oleh istri dengan mahar yang diterimanya. Jika istri tidak menerima mahar sama sekali, maka dia tidak berkewajiban menyediakan perlengkapan rumah tangga kecuali dalam dua kondisi.
Pertama, manakala tradisi yang berlaku di daerahnya memang mengharuskan seorang istri menyediakan perlengkapan rumah tangga, sekalipun dia tidak menerima mahar sama sekali. Kedua, ketika suami mensyaratkan (dalam akad nikah) bahwa istrinyalah yang wajib menyediakan perlengkapan rumah tangga dari uang pribadinya.