Selasa 07 Jan 2020 13:13 WIB

Warga Aceh Berharap Bisa Kembali Nikmati Film di Bioskop

Warga Aceh terakhir menikmati film di bioskop pada 2003.

Warga Aceh Berharap Bisa Kembali Nikmati Film di Bioskop.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Warga Aceh Berharap Bisa Kembali Nikmati Film di Bioskop.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Masyarakat Kota Banda Aceh berharap pemerintah setempat kembali menghadirkan bioskop di ibu kota Provinsi Aceh tersebut, seperti yang pernah ada sebelum tsunami Aceh 2004. Warga Banda Aceh Ruhzi (32 tahun) menceritakan dirinya sempat menikmati kehadiran bioskop.

Terakhir, dia menonton film pada 2003 bersama teman-temannya saat berusia remaja pada Ahad. "Waktu itu sekitar pukul 14.30 WIB, film kami nonton itu Shaolin Soccer di Gajah Theater di kawasan Kuta Alam Banda Aceh," katanya, Senin (.

Ia menyebutkan suasana bioskop kala itu terlihat ramai dan kursi terisi semua saat pemutaran film. Sembari nonton film warga juga menikmati kue coklat dan berondong jagung.

"Saya terakhir nonton di Gajah Theater itu. Film lain saya nggak ingat lagi, yang ingat cuma Shaolin Soccer karena lucu, setelah kami nonton di bioskop itu baru ada (tayang) di televisi," katanya.

Tak hanya Gajah Theater, beberapa bioskop lain juga pernah ada di Banda Aceh, seperti Garuda Theater di Biturrahaman, Pas 21 di Pasar Aceh, serta Jelita Theater dan Merpati Theater di Peunayong. Pengalaman yang sama juga diutarakan Rizal (40), warga Banda Aceh lain yang menyebutkan dirinya ikut menikmati film-film nasional yang diputar di bisokop.

Cerita dia, kala itu dirinya sibuk dengan pertandingan turnamen sepak bola antara kampung (Tarkam). Sekali pertandingan dirinya mendapatkan bayaran, dan uang itu digunakan untuk nonton bioskop bersama rekannya.

"Saat itu sekali main Tarkam itu ada uang Rp 150 ribu, jadi malam-malam langsung nonton bioskop. Film waktu itu Eiffel I'm in Love tahun 2003, termasuk film Aryo Wahab judulnya Biarkan Bintang Menari," katanya.

Rizal berharap pemerintah setempat dapat mengembalikan kejayaan bioskop di provinsi paling barat Indonesia tersebut. Selama ini, ia menyempatkan diri menonton bioskop ketika mendapatkan tugas ke luar Aceh.

"Sekarang hasrat untuk nonton film nggak ada lagi karena sudah tidak ada lagi bioskop, kadang kalau ada dinas ke luar (Aceh), ada waktu luang maka singgah di bioskop. Kita berharap ada lagi bioskop di Banda Aceh," katanya.

Pengalaman senada juga disampaikan warga Banda Aceh, Fitri (35. Dia mengatakan pernah menonton film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) pada 2002 di Garuda Theater. Ia juga menonton film Eiffel I'm in Love pada 2003 di Gajah Theater.

Saat itu, ia masih berstatus mahasiswa semester satu. Ia menonton bersama keponakannya yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).

Gambaran dia, ketika itu suasana dalam bioskop riuh, penuh dengan penonton, dan tanpa ada pembatas atau pemisahan antara perempuan dan laki-laki. "Waktu itu tiket film Eiffel I'm in Love sekitar Rp 8.000 per orang, rata-rata penonton film ini memang SMP dan SMA. Setelah tsunami 2004 sudah nggak ada lagi (bioskop), tutup," katanya.

Menurutnya, pemutaran film di bioskop juga ada batasan umur. Bagi remaja yang ingin menonton film maka membeli tiket dengan memperlihatkan kartu siswa. Bagi anak-anak juga disediakan film bernuansa anak seperti film kartun.

"Misalnya kayak keponakan saya itu nonton film Eiffel I'm in Love itu ada pendampingnya saya. Untuk anak-anak juga ada juga film kartun. Waktu itu ada juga mobil keliling yang memberikan informasi kalau ada pemutaran film baru," katanya.

Selain itu, kata Fitri, tidak hanya diputar film-film layar lebar nasional, bioskop di Banda Aceh juga menjadi tempat edukasi bagi pelajar. Guru-guru turut membawa muridnya ke bioskop untuk menonton film sejarah Indonesia seperti G-30SPKI, Cut Nyak Dhien, dan film sejarah lainnya.

"Selama ini saya kalau mau nonton pasti ke luar Aceh. Saya berharap ada lagi bioskop di Banda Aceh karena saya hobi nonton," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement