REPUBLIKA.CO.ID, Ustaz Abdul Somad dikenal sebagai seorang dai yang diterima luas masyarakat tidak hanya di Indonesia, melainkan juga negeri-negeri jiran. Kesibukan berdakwah di berbagai penjuru daerah ternyata tak membuatnya surut dalam melanjutkan pendidikan tinggi. Pada 24 Desember 2019, mubaligh kelahiran Silo Lama, Asahan, Sumatra Utara, itu akhirnya berhasil menyelesaikan studi doktoral di Oumdurman Islamic University/OIU Sudan dengan nilai mumtaz alias cum laude.
Pencapaian itu diraih setelah disertasinya yang berjudul Asy-Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari wa Juhudihi fi Nasyris Sunnah fi Indunisia (Kontribusi Hadratus Syekh Muhammad Hasyim Asyari dalam Penyebaran Hadis di Indonesia) lulus sidang. Para penguji terdiri atas Syekh Dr Haidar Idrus Ali (ketua Jurusan Hadis International University of Africa) dan Syekh Dr Iwadh al- Karim Husain Miraf (guru besar Ilmu Hadis OIU). Adapun Syekh Dr Omar al-Ma'ruf Ali bertindak selaku supervisor.
Peraih anugerah Tokoh Perubahan Republika 2017 itu sudah terdaftar sebagai mahasiswa S-3 di OIU sejak November 2017. Artinya, gelar doctor of philosophy (PhD) dalam bidang Ilmu Hadis berhasil diperolehnya setelah menempuh studi sekitar dua tahun. Sebelumnya, sosok yang akrab disapa UAS ini juga mendapatkan gelar DESA (singkatan bahasa Prancis: Diplôme d'Etudes Supérieurs Approfondies) usai menyelesaikan studi S-2 Institut Darul-Hadis Al-Hassaniyah Maroko pada akhir 2006.
Adapun pendidikan S-1 ditempuhnya di Universitas al-Azhar Mesir dengan dukungan beasiswa dari pemerintah negeri piramida itu. Berikut ini kutipan perbincangan wartawan Republika, Hasanul Rizqa, dengan sang dai bergelar adat Melayu Datuk Seri Ulama Setia Negara itu akhir Desember lalu.
Mengapa Anda menjadikan ketokohan dan peran sang pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari, sebagai topik disertasi?
Saya tertarik untuk menelaah ketokohan dan kontribusi ulama-ulama nusantara. Kalau kita lihat negeri-negeri luar, sudah beragam kajian tentang alim ulama mereka. Kalau kita tengok kitab-kitab dalam literatur kajian Islam, ada sering dijumpai ujung nama-nama (gelar –Red), seperti al-Mubarakfury, al-Laknawi, atau ad-Dahlawi. Mereka itu adalah ulama-ulama dari India, bukan Arab. Saya merasa iri. Ingin juga menulis tentang ulama dari negeri sendiri. Maka dari itu, saya mencoba menulis tentang sejumlah ulama nusantara. Sebut saja, Syekh Abdurrauf as-Singkili (Aceh), Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (Sumatra Barat), dan lain-lain.
Pilihan akhirnya jatuhlah pilihan pada kajian atas (ketokohan) Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari. Ini ada permulaannya. Awalnya, saya mendapat kabar bahwa ada satu kitab yang dicetak. Bundel itu berisi 19 buah kitab-kitab karya Hadratus Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari.
Setelah itu, saya mengontak sahabat saya. Kami sudah berkawan terutama sejak sama-sama (kuliah) di Mesir. Beliau adalah kiai di Jombang, Jawa Timur. Namanya Dr KH Muhammad Afifuddin Dimyathi Lc MA. Beliaulah yang telah mengirimkan kitab-kitab Hadratus Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari kepada saya.
Kemudian, ketika ada sahabat S-3 ke Sudan, saya menulis proposal disertasi tentang ulama besar, asy- Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari.
Apa saja temuan yang berhasil dikemukakan oleh Anda melalui disertasi tersebut?
Pertama, tentang sanad-sanad atau silsilah periwayatan hadis. Syekh Hasyim Asy'ari dalam bidang hadis (sanadnya) sampai kepada Imam al-Bukhari, Imam Mus lim, Imam Abu Dawud, Imam at-Tirmidzi, Imam Malik Ibn Anas, dan para penulis kitab-kitab hadis generasi awal. Beliau (Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari – Red) mengkaji Shahih al-Bukhari selama dua tahun, yakni antara tahun 1317 hingga 1319.
Selama enam tahun di Tanah Suci, masa itu juga beliau habiskan untuk melahap dan mendalami kitab-kitab hadis. Demikianlah semangat keilmuan beliau, meskipun beliau tetap pakar dalam bidang fikih, ushul fikih, bahasa Arab, dan lain sebagainya. Perhatian beliau terhadap ilmu hadis ternyata tak kurang besarnya.
Kedua, Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari diketahui belajar hadis secara talaqqi. Artinya, membaca kepada guru dan mendengar penjelasan guru secara langsung. Talaqqi itu dilakukannya dari para ulama besar di Masjid al-Haram. Kita melihat, fase selama beliau di Makkah turut membentuk keilmuan beliau, termasuk dalam bidang ilmu hadis.
Di antara guru-guru beliau adalah Syekh Muhammad Mahfuzh at-Termasi, yakni pengajar di Masjid al-Haram. Berikutnya adalah Syekh Syuaib Abdurrahman ad-Dakkali, berasal dari Maroko. Kemudian, Sayyid Abbas al-Maliki, kakek dari Sayyid Muhammad Ibn Alawy Ibn Abbas al-Maliki.
Bahkan, beliau juga mendatangi rumah-rumah guru-guru besar itu untuk talaqqi, seperti misalnya ke rumah Sayyid Husain Ibn Muhammad al-Habsy. Beliau juga belajar kepada Syaikh Rahmatullah al-Hindi, ahli debat yang juga penulis kitab Izhar al-Haq yang kita tahu menjadi salah satu inspirasi Ahmed Deedat (cendekiawan dan orator Muslim asal India, 1918-2005).
Di Masjid al-Haram pula, Hadratus Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari pernah mengajar sejumlah murid. Keterangan ini juga dinyatakan Sayyid Muhammad Asad Syihab. Sebagai seorang alim yang prolifik, Syekh Hasyim Asy'ari menulis banyak kitab termasuk dalam bahasa Arab. (Kitab-kitab karangan Syekh Hasyim Asy'ari—Red) diberi kata pengantar oleh para ulama besar dari Masjid al-Haram, seperti Syekh Abdul Hamid Sunbul Hadidi, mufti mazhab Hanafi di Tanah Suci.
Selain itu, ulama besar berikutnya ialah Syekh Hasan Sa'id al- Yamani, ulama besar yang juga menjadi pengajar di Masjid al-Haram. Demikian juga dari al-Azhar, seperti Syekh Yusuf ad- Dijwi dan Syekh Ahmad Sa'ad yang memberikan kata pengantar untuk kitab At- Tanbihat al-Wajibat yang ditulis Syekh Hasyim Asy'ari.
Secara umum, bagaimana penyebaran hadis di Indonesia menurut Anda, terutama dalam kaitannya dengan ketokohan sang pendiri NU tersebut?
Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari mendapatkan ijazah sanad dan izin mengajarkan hadis dari para guru beliau di Makkah al-Mukarramah. Sekembalinya ke Tanah Air, beliau mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya selama di Tanah Suci. Dalam bidang hadis, Syekh Hasyim Asy'ari kerap mengadakan tradisi pembacaan atau khata man kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Tradisi itu biasa dilaksanakan setiap bulan suci Ramadhan.
Para kiai, ulama, dan santri dari berbagai penjuru ingin mendapatkan sanad langsung dari Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari. Interaksi keilmuan inilah yang turut menyebarluaskan hadis di Indonesia. Mereka yang telah memperoleh sanad dari Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari kemudian kembali ke pondok asal mereka masing-masing untuk menyebarkan hadis yang telah didapatkannya kepada masyarakat.
Maka dari itu, peran jaringan pesantren-pesantren dalam menyebarkan hadis besar sekali. Pesantren-pesantrenlah yang memper temukan para pencari ilmu sehingga mereka mendapatkan sanad. Di antara itu semua, Pondok Pesantren Tebu Ireng yang didirikan Syekh Hasyim Asy'ari sepulangnya dari Makkah kian menjadi pusat kajian hadis di seluruh Jawa. Tidak hanya hadis, ilmu-ilmu keislaman lainnya juga menjadi keunggulan di sana.
Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari ada me nulis Kitab Arba'in (tentang 40 hadis). Ini seperti tradisi ulama-ulama sblm beliau yang kita kenal selama ini, misalnya, Arba'un Nawawi yakni 40 hadis pilihan yang di susun Imam an-Nawawi. Kita lihat, meski pun beliau menulis kitab sirah (sejarah Na bi Muhammad SAW), fikih, tetapi konsen trasinya tetap ke basic beliau, yaitu hadis.
Apakah rencana Anda untuk selanjutnya setelah berhasil menyelesaikan studi doktoral?
Saya tetap mengajar, seperti dulu. Mengajar tidak mesti terbatas pada ruang kelas. Mengajar bisa di masjid, surau, tanah lapang, melalui siaran televisi, Youtube, radio, dan banyak lagi. Semua itu merupakan sarana dakwah. Tujuannya, sampainya hadis Rasulullah SAW.