REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lebih dari 5.000 anggota kelompok ekstremis anti-Islam di Inggris, Britain First, bergabung dengan Partai Konservatif (Tory) setelah partai tersebut memenangkan pemilihan umum pada 19 Desember lalu. Mereka disebut tertarik terhadap sikap negatif pemimpin partai tersebut, Boris Johnson, terhadap Islam.
Dilansir di The Guardian, Senin (30/12), organisasi politik fasis di Inggris itu mengatakan sekitar dua pertiga dari 7.500 anggota yang terdaftar telah bergabung dengan Tory dalam beberapa pekan terakhir. Organisasi sayap kanan ini mengatakan, pendekatan Johnson terhadap 'Islam radikal' telah mendorong mayoritas anggota mereka bergabung dengan partai tersebut.
Juru bicara Britain First, Ashlea Simon, yang berada di antara tokoh senior yang baru-baru ini diselidiki oleh polisi anti-terorisme, mengatakan mereka akan mendukung partai yang bersedia mengambil sikap tegas terhadap Islam radikal. Simon menambahkan, respons garis keras Johnson terhadap serangan teror London Bridge pada November lalu menguatkan anggapan ia akan bersikap tegas dalam masalah ini.
"Mayoritas pengikut kami menghargai sekretaris pendekatan garis keras Priti Patel dan Boris Johnson," kata Simon, yang diinterogasi di bawah undang-undang terorisme di bandara Heathrow Oktober lalu setelah perjalanan ke Rusia.
Britain First menggambarkan dirinya sebagai partai politik patriotik yang mengutamakan rakyat mereka sendiri. Organisasi ini telah memprotes pembangunan atau perluasan masjid dan menginginkan kebijakan daging halal dilarang.
Johnson menghadapi kritik lantaran tulisannya di masa lalu yang membandingkan wanita Muslim berjilbab dengan kotak surat dan perampok bank. Ia juga mendapat tekanan selama debat pemilu kepemimpinan pada Juli lalu agar menyetujui dilakukannya penyelidikan independen terhadap islamofobia yang tersebar luar di Partai Konservatif.
Johnson telah meminta maaf atas pelanggaran yang terkait islamofobia di dalam partainya. Akan tetapi, ia mengatakan penyelidikan independen akan difokuskan pada segala macam bentuk prasangka dan diskriminasi, ketimbang kefanatikan anti-Muslim khususnya.