Sabtu 28 Dec 2019 18:39 WIB

Sejarah Dzikir Nasional Republika di Penghujung Tahun

Ketika pertama digagas banyak yang menganggap aneh acara Dzikir Nasional.

Rep: Ali Mansur/ Red: Indira Rezkisari
Pasien mendonorkan darah saat acara Festival Republik 2019 di Masjid Agung At-Tin, Jakarta, Jumat (27/12). Festival ini akan ditutup dengan Dzikir Nasional di malam pergantian tahun.
Foto: Thoudy Badai_Republika
Pasien mendonorkan darah saat acara Festival Republik 2019 di Masjid Agung At-Tin, Jakarta, Jumat (27/12). Festival ini akan ditutup dengan Dzikir Nasional di malam pergantian tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Festival Republik dan Dzikir Nasional Republika 2019 telah resmi dibuka di Masjid At-Tiin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Jumat (27/12). Acara yang digelar pada setiap penghujung akhir tahun tersebut sudah berlangsung selama ke-17 tahun.

Hingga kini Dzikir Nasional Republika sukses mempelopori berbagai kalangan merayakan pergantian tahun baru dengan kegiatan-kegiatan bernilai ibadah.

Baca Juga

Mantan Pemimpin Redaksi Republika, Ikhawanul Kiram Mashuri, menceritakan ikhwal penyelenggaraan Dzikir Nasional sebagai alternatif menghabiskan malam pergantian tahun baru masehi. Pada tahun 2002 silam, saat dia masih menjabat sebagai Wakil Pemimpin Redaksi terpikir memberikan kegiatan alternatif merayakan malam pergantian tahun.

"Jadi dulu itu, kita lihat setiap pergantian tahun baru orang merayakannya dengan petasan, keliling-keliling di jalanan, terus kalau orang kelas menengah atas itu mungkin di hotel (hura-hura)," jelas Ikhwanul Kiram.

Berangkat dari hal itu tercetuslah ide untuk menghadirkan kegiatan positif. Yaitu merenung, muhasabah, istighfar, hingga bertobat dalam mengisi pergantian kalender masehi. Ikhawanul Kiram mengaku saat itu tidak menyangka jika masyarakat, khususnya umat Muslim sangat antusias  menghadiri kegiatan yang dikenal dengan nama Dzikir Nasional tersebut. Kemungkinan, lanjutnya, masyarakat melihat acara ini sebagai alternatif dalam menghabiskan malam penghujung tahun.

"Saya tidak menyangka responsnya sangat positif, yang hadir sangat banyak dan berjubel padahal waktu kami belum ngetop. Kita masih pindah-pindah tempatnya, pernah di Islamic Center di Jakarta Utara, di Masjid Pondok Indah sebelum akhirnya menetap di Masjid At-Tin sampai sekarang. Kalau tidak salah pertama kali itu di Islamic Center Jakarta Utara," tambahnya.

Kendati mendapat sambutan positif dari masyarakat, tapi juga ada saja yang mencela. Acara dzikir di pergantian tahun dianggap aneh.

Bahkan, menurut pengakuan Ikhawanul Kiram, ada pihak yang mengecap kegiatan Dzikir Nasional di malam tahun baru sebagai bid'ah. Namun hal itu tidak membuat Republika surut, justru Dzikir Nasional terus diselenggarakan setiap tahun hingga saat ini pergantian tahun 2019 ke 2020.

"Saya waktu itu saya bilang, jalan terus saja, masa orang dzikir dilarang-larang. Mereka juga mempertanyakan kenapa di tahun baru masehi bukan hijrah, kalau tahun baru hijrah kan otomatis diisi dengan hal-hal yang sifatnya baik. Karena itu kita menawarkan alternatif untuk merayakan tahun baru masehi," tutur Ikhawanul Kiram.

Selain itu, lanjut Ikhwanul Kiram, karena Republika adalah milik umat maka dalam penyelenggaraan Dzikir Nasional berusaha untuk menghadirkan para tokoh dari berbagai kalangan. Artinya tidak hanya dari Muhammadiyah, Nadhlatul Ulama (NU) atau ormas Islam lainnya tapi juga dari unsur pemerintah. Kemudian selain sebagai sarana mendekatkan diri kepada sang Ilahi, Dzikir Nasional akhir tahun juga untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, umat Islam itu harus bersatu.

Setelah beberapa tahun penyelenggaraan Dzikir Nasional Republika, kini masyarakat ikut termotivasi untuk merayakan atau mengisi malam pergantian baru dengan berdzikir, muhasabah dan hal positif lainnya. Meski kini masyarakat, khususnya umat Islam tidak terfokus pada Dzikir Nasional Republika tapi tidak membuat ikhawanul Islam mengeluh. Justru ia bersama Republika bersyukur dan bangga telah mempelopori kegiatan alternatif di malam tahun baru.

"Alhamdulliah bahwa apa yang kita lakukan sekarang ini diikuti banyak kalangan. Cumanya ada guyonnanya, karena semua orang bikin dzikir jadi yang ke At-Tin sekarang ini berkurang, dulu orang belum ada yang bikin, itu At-Tin penuh sesak," kelekar Ikhwanul kiram.

Kemudian Ikhwanul Kiram berpesan bahwa pergantian tahun baru berarti usia pun bertambah. Maka manfaatkanlah tahun baru ini dengan mengikuti Dzikir Nasional Republika di masjid At-Tin atau kegiatan dzikir di tempat-tempat lain.

Dzikir Nasional Republika ini harus menjadi simbol persatuan umat dan semua acara dzikir adalah hal yang baik. "Apalagi diisi dengan tausiah, umat Islam dari kelompok manapun manfaatkan pergantian tahun baru ini dengan hal-hal yang bernilai ibadah," katanya.

Ikhwanul kiram mengaku Republika itu selalu menjadi pencetus tren. Selain Dzikir Nasional Republika, lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa juga lahir dibidani oleh Republika.

Bahkan sebelum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Dompet Dhuafa telah hadir lebih dulu. Ia mengatakan, yang mempelopori Dompet Dhuafa adalah juga redaksi Republika. Karena dikelola dengan sangat baik, akhirnya banyak rakyat Indonesia yang menitipkan zakat, infak, sedekahnya ke Dompet Dhuafa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement