Jumat 27 Dec 2019 18:15 WIB

Mengasah Perubahan Radikal ke Arah Positif

Istilah radikalisme kerap dikaitkan pemerintah dengan terorisme.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Aksi radikalisme (ilustrasi)
Foto: indianmuslimobserver.com
Aksi radikalisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kata radikal tak selamanya dapat disematkan ke dalam kaitan terorisme. Radikalisme secara bahasa merupakan akar, yang bukan hanya mengacu pada tindakan negatif, namun juga tindakan positif. Sejumlah perjalanan radikal yang mengarah pada kebaikan, buktinya kerap mewarnai lingkungan sosial Indonesia.

Ketua Dewan Syuro Takmir Masjid Jogokariyan, Ustaz Muhammad Jazir ASP, membagi pengalamannya yang berupaya memberikan perubahan bagi masjid secara radikal. Seperti diketahui, Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, tidak hanya menjadi tempat pelaksanaan ritual ibadah individual semata. Lebih dari itu, masjid tersebut justru menjadi pusat sosialisasi masyarakat setempat.

Baca Juga

Ustaz kelahiran 28 Oktober 1962 ini dengan sukses membawa perubahan radikal yang menjadikan masjidnya sebagai pusat peradaban. Hasilnya, masjid tersebut kini mampu bertransformasi menjadi tulang punggung kepercayaan umat. Melalui aksi sosialnya, Masjid Jogokariyan mampu menjalankan sejumlah program yang memakmurkan lingkungan sekitar.

Dia membeberkan, perubahan masjid untuk menjadi pusat peradaban memang harus dilakukan secara radikal. Misalnya dengan mengatur manajemen yang transparan dan yang berbentuk partisipatif. Tak hanya itu, masjid juga harus melakukan pendekatan dakwah yang berorientasi pada kesejahteraan.

“Harus dikelola (masjidnya), bentuknya partisipatif dan juga transparan,” kata Ustaz Jazir saat dihubungi Republika, Rabu (25/12).

Lebih lanjut dia mengungkapkan, sudah selayaknya masjid memang harus berperan melayani umatnya selama 24 jam. Masjid juga tidak diperkanankan untuk ditutup dari umat yang berada di kawasan tersebut. Istilahnya, kata dia, masjid harus dijadikan pusat layanan masyarakat.

Untuk itu dia kerap menekankan bahwa sesungguhnya pengurus masjid ialah mereka yang menjadi pelayan jamaah, bukan justru menjadi penguasa masjid. Sebagai pusat peradaban umat, sirkulasi dan ruang gerak masjid seolah menjadi urat nadi dan nafas bagi masyarakat itu sendiri.

Memakmurkan masjid, dimakmurkan masjid, hal itulah kira-kira yang bisa ditangkap dari perubahan yang dilakukannya. Apabila perubahan itu tidak dilakukan secara radikal, kata dia, akan sulit bagi umat Muslim dan jamaah masjid menyemarakkan aktivitas di masjid itu sendiri.

Dia juga menekankan bahwa sejatinya masjid merupakan ruang terbuka bagi setiap elemen umat. Umat di sini berarti yang berada dalam semua manhaj dan madzhab dalam Islam. Namun demikian menurut dia, untuk memulai perubahan yang radikal itu, dibutuhkan perubahan pola pikir para pengurus masjid itu sendiri.

“Memang harus dimulai dari perubahan mindset. Kita harus mulai melek bahwa masjid ini adalah pusat peradaban Islam di suatu lingkungan,” ungkapnya.

Di sisi lain, istilah radikalisme kerap dikaitkan pemerintah dengan terorisme. Padahal sejatinya terorisme tak pernah lahir dari rahim agama manapun, termasuk Islam. Terorisme acap kali lahir dari pergumulan cengkraman dunia atas suatu kepentingan tertentu yang menyesatkan. Dan yang tak kalah penting, terorisme terkadang bisa lahir dari ketidaktahuan dan kegamangan individu.

Ustaz Arrazi Hasyim berbagi kisah mengenai perjalanan dirinya sebagai penuntut ilmu yang pernah menganut beragam keilmuan tertentu dengan radikal. Dengan rasa keingintahuan dalam menuntut ilmu yang menggebu-gebu, pihaknya pernah melakukan rihlah ilmiah terkait pandangan yang dianut.

Walhasil, atas perubahan yang radikal dalam memahami satu ilmu tertentu, dirinya dinilai banyak pihak semakin memahami suatu keilmuan secara matang. Tak heran, ustaz yang kerap ahli dalam bidang tarekat ini sangat menguasai berbagai sejarah keilmuan Islam tertentu dengan baik.

Yang tak kalah penting, kata dia, perubahan radikal dalam mencari ilmu juga harus diselaraskan dengan dasar yang mengacu pada Alquran dan hadits. Dia menggarisbawahi bahwa perubahan radikal ke arah positif itu bisa terwujud asalkan didukung dengan lingkungan pendidikan yang terpercaya.

“Cari guru yang memang sejalan dengan nafas Islam, para sahabat, dan yang bersambung dari Nabi Muhammad SAW,” pungkasnya.

sumber : Dialog Jumat/Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement