Jumat 27 Dec 2019 16:10 WIB

ICMI: China Perlu Bertenggang Rasa dengan Dunia Islam

ICMI menyarankan Indonesia ingatkan China untuk bertenggang rasa dengan dunia Islam.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie
Foto: Republika/Mimi Kartika
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menyatakan pemerintah RI perlu mengingatkan Pemerintah China untuk bersikap tenggang rasa dengan dunia Islam. Hal ini disampaikan menyusul masalah pelanggaran HAM yang menimpa Muslim Uighur di Xinjiang, yang telah menjadi perhatian dunia.

"Kita perlu mengingatkan Pemerintah China, kalau ia butuh teman untuk menghadapi negara Barat maka dia harus bertenggang rasa dengan dunia Islam yang tersentuh dengan kejadian-kejadian (di Uighur) itu," ujar Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie di kantor ICMI Pusat, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (27/12).

Baca Juga

Jimly menuturkan, China seharusnya berhati-hati terhadap persoalan Uighur di tengah perang dagang mereka dengan AS. "Meski itu masalah politik China, tapi masalah Uighur itu sudah menyinggung dunia Islam. China dalam persaingan perang dagang dunia dengan Barat, harus hati-hati. Dan masalah Uighur ini sudah bikin tersinggung maka harus ada toleransi (dari China)," tutur dia.

Dalam kesempatan itu, Jimly juga menyebut sudah menjadi watak Pemerintah China yang memang anti-agama. Sehingga, menurut dia, sebetulnya apa yang dialami Muslim Uighur itu juga dialami oleh semua agama di China.

"Pemerintah China wataknya memang anti agama, maka itu pasti dialami semua agama. Ya gereja, ya masjid, maka kita berharap China di Abad ke-21 itu makin terbuka. Bukan hanya terbuka dalam ekonomi tapi juga harus menerima kenyataan bahwa ada HAM dan nilai-nilai demokrasi yang berimbang di seluruh dunia. 

"Maka pelanggaran HAM itu jadi masalah serius, perasaan rasa manusia enggak bisa dibatasi oleh masalah politik negara. HAM itu masalah universal," ucapnya.

ICMI, jelas Jimly, juga menghormati sikap pemerintah RI yang tidak ingin ikut campur urusan dalam negeri China, dengan menempuh jalur diplomasi lunak. "Itu penting jangan sampai kita terlalu emosional, kita pun marah kalau Australia ikut campur soal Papua kan. Tapi ormas, warga, civil society silakan demo (soal Uighur)," ujarnya.

Jimly berharap ada nurani dari China untuk memberi ruang kebebasan beragama bagi yang tidak mau mengikuti ideologi negara China yaitu komunisme. "Buddhish (Buddha) jg dimusuhi juga. Gereja juga paling banyak di China. Semua agama mengalami nasib sama (di China), bukan hanya Islam bukan hanya masjid," katanya.

Terlepas dari hal itu, Jimly mengakui persoalan Uighur itu serba susah secara politik. Sebab ini masalah dalam negeri dari negara yang punya hubungan diplomatik dengan Indonesia.

"Indonesia juga tidak boleh ikut campur urusan diplomatik maka antara lain harus menghormati sikap politik China. Tapi masalah hak asasi itu kan di luar persoalan politik maka baik saja (masalah Uighur) ini disuarakan," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement