Senin 23 Dec 2019 04:31 WIB

Uighur Mempunyai Andil dalam Mengislamkan Jawa?

Muslim Uighur ternyata pernah menyerang Jawa semasa Raden Wijaya

Muslim Uighur di Cina
Foto:

Pada satu kesempatan perang, pasukan Mongol yang hebat, berhasil dipukul mundur saat penaklukan Jawa. Kejadian ini jelas mencoreng muka Kubilai Khan dua kali. Dengan muslihat Raden Wijaya, 30.000 tentara Mongol yang sudah kenyang dengan pengalaman perang di jalur Asia Tenggara, bisa dikalahkan. Namun tidak semuanya bisa pulang ke Tiongkok. Satu cerita menarik yang dijelaskan dalam sejarah, salah satu panglima perang dari tiga Jenderal yang menyerang Jawa, berkebangsaan Uighur.

Pasukan Mongol ini dipimpin oleh tiga jenderal; menurut Groeneveldt dalam buku Nusantara Dalam Catatan Tionghoa, jenderal pertama adalah Shih-Pi, biasa dipanggil Tarkun yang berasal dari Po Yeh Disktrik Li Chou (Provinsi Chih Li). Merupakan wakil Kubilai Khan untuk menaklukkan Jawa.  Pendapat Groeneveldt berlainan dengan Tan Ta Sen yang menyatakan bahwa Shih-pi merupakan keturunan orang Hui. Shih-pi berasal dari Boye, Provinsi Hebei Tengah, yang memiliki nama lain Ta La Hun. Selama Dinasti Yuan, menjadi kebiasaan orang Semu (orang Arab, Persia, Turki, dan lain-lain dari Asia Tengah), yang merupakan leluhur komunitas Hui Muslim, memakai nama Han China sebagai tambahan nama etnis mereka. Karena itu, sangat diyakini bahwa Shih-pi adalah jenderal Muslim.

Adalah Ike Mese Jenderal kedua penyerangan ke Jawa yang berasal dari Suku Uighur, yang menjadi kelompok suku terbesar di Turkistan Timur. Suku Uighur merupakan suku terpandang, paling cerdas, dan berkebudayaan tinggi di antara suku-suku Turki lainnya. Pada tahun 1277, Ike Mese menjadi vice president dalam bidang peperangan dan pernah menjabat Residen Jinghu dan Champa.  Pengangkatan Ike Mese menjadi resident pertama Champa setelah berhasil ditaklukan pada tahun 1285. Menurut keterangan Bernard Philippe Groslier dalam buku Indocina, Persilangan Kebudayaan keberhasilan penyerangan pasukan Mongol ke Champa, menjadi titik dimulainya jejak Kerajaan Islam Champa. Dan untuk mempertahankan kerajaan Islam di Champa, ditempatkan Ike Mese selaku jenderal besar dan beragama Islam.

Menurut Tan Ta Sen, Ike Mese adalah Pribumi asal Wei-wu-er yang merujuk pada Suku Uighur (Provinsi Xinjiang). Jenderal ketiga adalah Gaoxing (Kau Shing) yang berasal dari Ts’ai Chou yang merupakan seorang dari Bangsa Han.

Penjelasan Abdurrahman Wahid dalam buku Membaca Sejarah Nusantara, 25 Kolom Sejarah Gus Dur, halaman 22–24 menjelaskan, mengenai islamisasi Jawa sangat menarik. Bahwa alasan politik kekuasaan kurang rasional dalam perang Nusantara-Tiongkok, yang mungkin adalah persamaan agama. Bahwa Raden Wijaya adalah seorang Muslim sehingga pasukan Muslim dari Mongol sudi membantu. Apabila kita sesuaikan dengan panglima utama pasukan adalah Muslim, maka tujuan penyerangan ke Jawa adalah islamisasi. Bahkan Gus Dur lebih lanjut menjelaskan bahwa Wijaya adalah nama yang dimilikinya, yaitu Oei atau Wie, yang dalam cabangnya disebut Wong atau Wang.

Rekaman peperangan dan komunitas orang China di Majapahit juga disinggung Denys Lombard dalam buku Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 2. Banyak orang China sudah membangun kampung di dekat pelabuhan dan sukses sebagai pedagang. Mereka juga masih berhubungan dengan Champa, sebagai muasal jalur perdagangan dan dakwah Islam. Dari situ kemudian berkembang cerita pengaruh Kerajaan Champa dalam proses dakwah Islam di Nusantara. Jika dirunut ke muasal penaklukan Champa, jalur dakwah bisa sampai ke Bukhara, kampung Imam Bukhari, ahli hadist termasyur dalam Islam.

Jejak dakwah di Indonesia yang merunut jalur orang Uighur adalah para walisongo. Seperti Maulana Malik Ibrahim (Sheikh Ibrahim Samarqandi) merupakan wali Kerajaan Champa yang berasal dari Samarkand, masih satu negara dengan Bukhara di Uzbekistan. Pendakwah Islam dari jalur Champa yang sebagian orang China terus berdatangan. Hubungan langsung dengan daerah leluhur di Bukhara dan Samarkand juga terus terjalin. ketika Kesultanan Turki Ustmani semakin kokoh berdiri, Bukhara dan Samarkand menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya.

Ketika dakwah dari Tiongkok terhenti akibat pergantian kekuasaan, jalur dakwah langsung dari Turki Ustmani terus berlanjut. Sampai akhirnya mampu mendirikan Kerajaan Islam di berbagai kota di Nusantara. Dari Aceh sampai Ternate, lautan nusantara penuh dengan semangat dakwah Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement