Ahad 22 Dec 2019 16:06 WIB

Kisah Shalat Sunat di Pengujung Ajal dan Syair Kematian

Shalat sunat pertama jelang kematian dicontohkan Khubaib bin Adi.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Shalat sunat jelang kematian merupakan salah satu kebaikan. Foto jamaah sedang hendak shalat di masjid.
Shalat sunat jelang kematian merupakan salah satu kebaikan. Foto jamaah sedang hendak shalat di masjid.

REPUBLIKA.CO.ID, Kisah tentang Khubaib bin Adi banyak diriwayatkan dalam kitab sirah utama. Tentang keberaniannya dan ketidakgentarannya menghadapi kematian, demi mempertahankan iman. 

Pada tahun ke-3 Hijriyah, beberapa utusan dari kabilah Udal dan Qarah mendatangi Rasulullah SAW. Mereka mengabarkan, telah mendengar tentang Islam. Untuk itu mereka meminta Rasulullah agar mengirim utusan agar dapat mengajarkan Islam kepada mereka. 

Baca Juga

Maka Rasulullah pun mengutus 10 sahabat untuk memenuhi permintaan tersebut. Rasulullah menunjuk Ashim bin Tsabit sebagai amir (pemimpin) mereka.  

Namun di suatu tempat, di antara Usfan dan Makkah, kelompok kecil ini diintai oleh sekitar 100 pemanah dari Bani Lihyan. Mengetahui hal tersebut, Ashim segera memerintahkan teman-temannya agar segera berlindung ke sebuah bukit kecil di sekitar daerah tersebut.  

Sebenarnya, Ashim dan kawan-kawan berhasil mengelabui pasukan pemanah musyrik tersebut. Namun Allah SWT berkehendak lain. Biji-biji kurma yang mereka bawa sebagai bekal dari Madinah, tercecer sepanjang jalan, memberi petunjuk keberadaan rombongan Ashim. Akhirnya kesepuluh sahabat itu pun terkejar.  

"Kami berjanji tidak akan membunuh seorang pun di antara kalian jika kalian menyerah," teriak salah seorang musyrik yang mengepung mereka. "Kami tidak akan menerima perlindungan orang kafir. Ya Allah, sampaikan berita kami kepada Nabi-Mu," jawab Ashim tegar.  

Maka rombongan musyrik itu pun menyerang dan berhasil membunuh Ashim dan enam sahabat lain, hingga tinggallah Khubaib bin Adi, Zaid bin Datsinah dan seorang sahabat. Orang-orang musyrik itu kemudian menangkap dan mengikat ketiganya.  

Namun sahabat yang tidak diketahui namanya itu kemudian memberontak sambil berteriak, "Ini adalah pengkhianatan pertama!" serunya sambil berusaha melawan. Dia pun syahid.  Selanjutnya Khubaib dan Zaid dibawa ke Makkah dan dijual sebagai budak. 

Sementara itu, Bani Harits yang selama ini menyimpan dendam kesumat terhadap Khubaib, mendengar berita tertangkapnya Khubaib.  

Rupanya nama Khubaib telah mereka hafal luar kepala, karena Khubaiblah yang membunuh Harits bin Amir, seorang pemuka Makkah, pada Perang Badar. Maka dengan penuh antusias Khubaib pun mereka beli.  

Maka jadilah Khubaib bulan-bulanan seluruh anggota al-Harits. Setiap hari sahabat Anshar yang dikenal bersifat bersih, pemaaf, teguh keimanan dan taat beribadah ini harus menerima siksaan.  

Hingga suatu hari salah seorang putri keluarga tersebut berteriak terkejut, memberitakan bahwa budak sekaligus tawanan mereka sedang santai dan tenang-tenang memakan buah anggur.  

Padahal, buah tersebut sedang tidak musim di Makkah dan Khubaib pun diikat tangannya dengan rantai besi. Keluarga al-Harits menakut-nakuti Khubaib, bahwa saudara sekaligus sahabatnya, Zaid yang juga dibeli keluarga Makkah lainnya, telah dieksekusi. Dia telah dibunuh dengan cara ditusuk tombak dari lubang dubur hingga tembus ke dadanya!

Namun berita kejam nan sadis ini ternyata tidak berhasil membuat hati Khubaib ketakutan apalagi berpaling dari keimanannya. 

Sebaliknya, hal ini justru membuat dirinya lebih pasrah terhadap ketentuan-Nya. Akhirnya keluarga al-Harits pun putus asa. Mereka memutuskan untuk segera mengeksekusi tawanan yang tegar itu.

Namun sebelum eksekusi dijalankan, Khubaib memohon agar diperbolehkan melakukan shalat terlebih dahulu. Maka Khubaib mendirikan shalat dua rakaat. 

Usai shalat, Khubaib menoleh kepada para algojo yang mengawasinya sambil berkata, "Seandainya bukan karena dikira takut mati, maka aku akan menambah jumlah rakaat shalatku."  

Inilah shalat sunah pertama yang dilakukan seorang Muslim ketika akan menghadapi kematian. Kemudian Khubaib melantunkan sebait syair: 

Mati bagiku tak menjadi masalah/ Asalkan dalam ridha dan rahmat Allah. Dengan jalan apa pun kematian itu terjadi/ Asalkan kerinduan kepada-Nya terpenuhi. Kuberserah kepada-Nya/ Sesuai dengan takdir dan kehendak-Nya  

Setelah itu, Khubaib pun disalib pada sebuah tiang. Lalu tanpa sedikit pun rasa belas kasih, pasukan pemanah menghujaninya dengan anak panah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement