REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Sejumlah pemimpin negara Muslim dan ratusan delegasi dari negara-negara Islam menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi (KTT) Islam di Kuala Lumpur, Malaysia. Pada pembukaan KTT Islam, Kamis (19/12), Presiden Iran Hassan Rouhani menyerukan negara-negara Muslim bekerja sama dalam memerangi apa yang disebutnya 'terorisme ekonomi' Amerika Serikat. Dalam sambutannya, ia mengecam pengaruh global Washington.
"Rezim ekonomi Amerika, dan dolarisasi ekonomi global dan nasional, telah memberi Amerika Serikat kemungkinan untuk meningkatkan hegemoni di bawah ancaman sanksi dan terorisme ekonomi," kata Rouhani, dilansir di Indian Express, Jumat (20/12).
Oleh karena itu, Rouhani mengatakan dunia Muslim perlu diselamatkan dari dominasi dolar AS dan rezim keuangan Amerika. Ia lantas menyerukan adanya kerja sama keuangan yang lebih besar antara negara-negara Islam.
Iran sendiri saat ini tengah menerima sanksi AS. AS memberlakukan kembali sanksi yang melumpuhkan Iran pada 2018, setelah Iran menarik diri dari kesepakatan internasional tentang program nuklir Republik Islam Iran.
Sanksi itu menyebabkan ekonomi Iran mengalami penurunan yang tajam. Mata uang yang jatuh membuat inflasi meroket. Saat berbicara dengan para pemimpin negara lainnya, Rouhani mencatat area-area di mana negara Muslim dapat bekerja sama, dari mulai sektor perbankan hingga industri pariwisata. Di sini, ia mengusulkan agar bank sentral negara-negara Muslim dapat bekerja sama memperkenalkan mata uang digital terpadu.
Selain Iran, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga menyerukan mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Ia lantas menyerukan agar negara Muslim membebaskan perdagangan bilateral dari tekanan valuta asing. Saat ini, menurutnya, mereka tengah mencoba mengembangkan sistem pembayaran alternatif dengan negara-negara seperti Rusia, China, dan Brasil.
"Daripada berdagang dengan mata uang asing, kami ingin melakukan perdagangan luar negeri dengan mata uang nasional kami," kata Erdogan.
Lira Turki merosot nilainya tahun lalu pada saat ketegangan meningkat dengan AS. Hal itu terjadi dalam salah satu krisis ekonomi terburuk yang dihadapi Erdogan dalam pemerintahannya.