REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Youth on Organization of Islamic Cooperation atau lembaga pemuda Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Syafii Efendi mengutuk keras penindasan dan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China. "Hak asasi manusia dan International Convenant on Social and Political Rights melindungi kebebasan beragama bagi segenap manusia. Maka, China tidak boleh melanggar kesepakatan internasional, di sini pemerintahan China harus bertanggungjawab," kata Syafii saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (19/12).
Menurut Syafii di Uighur di Provinsi Xinjiang, China telah terjadi pelanggaran HAM secara nyata. China diduga melanggar hukum internasional. Ia menyarankan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) segera membahas kasus tersebut secara serius.
"Pemerintahan Indonesia dengan mayoritas warga beragama Islam, harus ikut menyuarakan penindasan di Uighur ini. Dan mendesak agar penindasan itu dihentikan," ujarnya.
Syafii mengimbau kepada seluruh pemuda Islam di seluruh dunia untuk mengulurkan bantuan bagi Muslim dengan berbagai cara. Salah satunya bisa dimulai dari mengkampanyekan secara damai, termasuk lewat media sosial atau forum-forum.
"Saya meminta pemuda Muslim di dunia untuk bersuara untuk Uighur," katanya.
Pada 2018, PBB menyatakan ada satu juta warga Uighur di Xianjiang yang ditahan, dan dipaksa mengikuti program pendidikan atau Kamp Indoktrinasi untuk meninggalkan keyakinan beragama. Xianjiang merupakan provinsi terbesar atau setara satu per enamnya China. Pada 1949, Uighur sempat mendeklarasikan diri sebagai negara Turkistan Timur, meskipun tak lama kemudian secara resmi jadi bagian dari China.