Senin 16 Dec 2019 23:09 WIB

Muhammadiyah: Ormas RI tak Bebas Komunikasi di Xinjiang

Muhammadiyah menyebut perwakilan ormas Islam sulit berbicara langsung dengan Uighur.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Ketua Kantor Kerjasama Internasional dan Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah, KH Muhyiddin Junaidi saat menyampaikan pernyataan sikap Muhammadiyah terhadap pelanggaran HAM di Xinjiang, Cina di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Senin (16/12).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Ketua Kantor Kerjasama Internasional dan Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah, KH Muhyiddin Junaidi saat menyampaikan pernyataan sikap Muhammadiyah terhadap pelanggaran HAM di Xinjiang, Cina di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Senin (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kantor Kerja Sama Internasional dan Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah, KH Muhyiddin Junaidi menyebut erwakilan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak bebas berkomunikasi dengan masyarakat di Xinjiang, China saat berkunjung ke sana.

"Kami tidak bebas berkomunikasi dengan masyarakat, karena (kata pemerintah China) ada agenda ketemu dengan masyarakat di (wilayah) Kashgar dan Hotai," katanya saat menyampaikan pernyataan sikap Muhammadiyah di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Senin (16/12).

Baca Juga

KH Muhyiddin menyampaikan, ternyata masyarakat di Kashgar dan Hotai sudah diatur oleh pemerintah China. Perwakilan ormas Islam Indonesia tidak ada kesempatan berbicara langsung dengan masyarakat setempat.

Menurutnya, kunjungan ormas Islam ke Xinjiang untuk melihat etnis Uighur jadwalnya sangat diatur oleh pemerintah China. Sangat sulit bisa berbicara langsung dengan masyarakat Muslim di Xinjiang.

Sebelumnya, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menyampaikan, konstitusi Chinamemang mengatakan agama hanya bisa diterapkan di tempat tertutup. Muslim Uighur tidak bisa melaksanakan ibadah di tempat umum yang dibuat pemerintah China.

Menurutnya, pemerintah China hanya membawa perwakilan ormas Islam ke tempat yang dianggap baik, yakni ke tempat latihan kerja. Pemerintah China tidak membawa perwakilan ormas Islam ke tempat kamp konsentrasi.

"Kami temukan para peserta (pelatihan kerja adalah) umat Islam yang memiliki perbedaan sikap dengan sikap pemerintah China, (umat Islam yang) dianggap radikal," ujarnya.

Mengenai isu Muslim Uighur yang diangkat kembali oleh media asing, KH Muhyiddin menduga karena perang dagang antara China dan Amerika sedang memanas. Selain itu, karena Myanmar sudah dibawa ke International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional atas perbuatannya terhadap Muslim Rohingya.

"Kalau (kasus yang menimpa) Rohingya saja bisa dibawa ke ICJ, kenapa (kasus yang menimpa) Muslim Uighur tidak bisa, jadi sasaran tembak (Amerika) berikutnya adalah bagaimana agar kasus Uighur bisa dibawa ke ICJ," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement