Sabtu 14 Dec 2019 12:15 WIB

Ibnu Al-Qayyim Ungkap Mengapa Kita Harus Dipaksa Beramal

Pemaksaan diri dalam beramal baik wujud kedewasaan.

Pemaksaan beramal baik merupakan tahapan agar terbiasa berbuat saleh. Foto ilustrasi membaca Alquran.
Foto: M Agung Rajasa/Antara
Pemaksaan beramal baik merupakan tahapan agar terbiasa berbuat saleh. Foto ilustrasi membaca Alquran.

REPUBLIKA.CO.ID, Ada beberapa nilai positif yang bisa kita dapatkan dari proses pemaksaan. Pertama, lahirnya budaya diri yang baik. Begitulah, budaya diri yang baik biasanya diawali dari pemaksaan yang akan mambawa pada satu kebiasaan. Sesudah itu orang dapat mengalir dalam kebiasaan yang baik tersebut.

Pemaksaan, manfaatnya, seringkali baru dirasakan dikemudian hari. Sebagai contoh, ketika kecil, kita sering dipaksa orangtua untuk menggosok gigi atau mandi sebelum berangkat sekolah. Boleh jadi kita merasakannya sebagai sebuah beban dan aktivitas yang tidak menyenangkan. Tapi apa yang kita rasakan sekarang?

Baca Juga

Ternyata pemaksaan tersebut memberi arti yang luar biasa berupa pembentukan kebiasaan untuk hidup sehat. Begitu pula dalam konteks kehidupan di dunia ini. Seorang Mukmin harus mampu memaksa diri untuk berbuat taat. Memang, sangat tidak mudah berbuat taat, memaksa diri untuk shalat malam, bersedekah, berlaku dermawan, belajar, dan lainnya. Tapi alangkah bahagianya ketika kita mendapatkan balasan dari kebaikan yang pernah dilakukannya tersebut.

Sungguh syurga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan, sementara neraka dikelilingi hal-hal yang menyenangkan. Maka untuk mendapatkan syurga, salah satu jalan yang harus dilalui adalah memilih jalan yang tidak menyenangkan dan meninggalkan jalan yang menyenangkan.

Karena itu, Imam Ibnul Qayyim berpesan kepada para orangtua agar membiasakan anaknya bangun di akhir malam, karena ia adalah waktu di mana pahala dan rahmat Allah mengalir tiada batas. Bila seorang anak telah terbiasa bangun di akhir malam sejak dari kecil, maka insya Allah ia akan sangat mudah membiasakan bangun untuk shalat malam pada masa dewasanya.

Kedua, pemaksaan membuat orang tidak terkejut dengan perubahan yang cepat. Tidak ada yang stabil dalam hidup ini. Seiring datangnya pagi dan petang, selalu saja ada hal yang baru dan berubah.

Orang-orang yang terbiasa hidup dengan semangat yang kuat akibat pemaksaan tidak akan terkejut dengan perubahan yang terjadi. Manusia adalah anak kebiasaannya. Jika ia terbiasa dengan susah payah, maka ia tak lagi terkejut dengan kesusahpayahannya. Sebaliknya orang yang tidak terbiasa dengan kesusahan dan hanya mengerti hidup enak pasti akan sulit membiasakan diri dengan hal-hal yang sulit.

Sejarah anak manusia banyak membuktikan teori tersebut. Banyak cerita keberhasilan seseorang yang diawali situasi sulit, tapi ia tabah dan mampu melawannya. Tapi banyak pula orang yang mengalami keterpurukan, karena ia tidak mampu melawan dinamika hidup. Bercermin pada kehidupan Rasulullah saja, kita bisa belajar banyak bagaimana proses penempaan pribadi agung itu dalam menaklukkan berbagai tantangan dan hambatan. Bagaimana sejak kecil ia mampu hidup mandiri dan terlepas dari orangtua yang seharusnya terlibat dalam perjalanan hidupnya.

Ketiga, pemaksaan akan memberikan contoh yang baik. Pemaksaan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga bagi orang lain. Orang yang selalu memaksakan kebaikan pada orang lain biasanya akan terpacu untuk lebih baik dan lebih berdisiplin dalam melakukan kebaikan. Ia sadar bahwa dirinya akan menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Ia pun akan mendapatkan manfaat berupa pembinaan diri. 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement